Selasa, 28 Juli 2020

Pengalaman Jadi Anak Kos, Gimana sih?

Sebelumnya, aku tak pernah membayangkan mampu melewati hari-hariku sebagai anak rantau. Bayangkan saja, dari aku lahir hingga SMA, aku berada di kota kelahiran yang otomatis selalu bersama orangtuaku. Namun, selepas SMA, aku punya cerita berbeda. Aku diterima di sebuah perguruan tinggi di Kota Yogyakarta. Dengan begitu, aku mulai harus belajar hidup mandiri.

Mendapatkan kesempatan emas untuk mengenyam pendidikan tinggi, siapa yang bisa menolak? Apalagi aku menjadi salah satu penerima bidikmisi, beasiswa dimana kuliah full funded plus mendapatkan uang saku setiap bulannya. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut, aku pun mulai belajar melakukan sesuatu sendiri. Maklum, aku masih belum fasih mengelola kebutuhanku, termasuk soal finansial. Untung saja, di kota rantau, aku dibersamai saudaraku sehingga untuk keseharian aku gak sepi dan sendiri, hiks.

Menjadi anak rantau itu gampang-gampang susah. Apalagi untukku yang berasal dari keluarga sederhana. Tentu membutuhkan kemampuan menghemat  dana yang baik. Alhamdulilah, aku di Yogya memdapatkan kosan murah dengan teman-teman yang baik.  Nah, melalui tulisan ini, aku pengen berbagi pengalaman menjadi anak rantau baik suka maupun duka. Mungkin bagi kamu yang sudah pernah mengalami, kita akan memiliki cerita yang hampir mirip.

***
Aku mulai ngekos dan kuliah tahun 2013. Diterima di Universitas Negeri Yogyakarta. Kebetulan, kakakku juga kuliah di tempat yang sama sehingga soal kosan aku mengikutinya. Aku mengekos di daerah Karangasem, Gejayan. Cukup dekat dengan lokasi kampusku, Fakultas Ekonomi. Tetapi, karena di awal-awal aku tak memiliki kendaraan sehingga jalan kaki menjadi cara paling logis untuk menuju ke kampus.
Kosanku bukanlah tempat elit yang menyediakan berbagai fasilitas ala sultan yang mampu memanjakan. Kosanku hanya sebuah rumah sederhana dan merupakan binaan dari masjid milik kampusku. Yah, namanya juga kos binaan, harganya memang lebih murah dari kos lainnya. Tapi, meskipun murah, aku dan semua orang di dalamnya memiliki cerita yang mahal. Cerita mengenai pengalaman susah dan senang menjadi mahasiswa rantau. Hmm, kira-kira seperti apa ya?

Belajar hemat Finansial

Jadi anak rantau yang notabene stay di kosan itu kudu hemat dan memperhitungkan finansial. Memang, kebetulan aku mendapat beasiswa bidik misi jadi gak usah mikir urusan pembayaran kampus. Meskipun demikian, aku harus belajar mengatur uang untuk kebutuhan sehari-hari seperti makan, biaya fotocopy, buku-buku kuliah dan uang jajan. Aku jarang mendapat kiriman dari orangtua, sehingga, mau tak mau aku harus bener-bener hemat. Pernah banget aku sehari cuma makan gorengan 3 untuk pengiritan.

Siap Sedia ketika kosan mengalami masalah


Menjadi bagian dari kosan yang tak memiliki induk semang alias ibu/bapak kos memang kudu punya ekstra persiapan. Termasuk menyoal fasilitas kos yang sering mengalami masalah. Well, kosanku si ibu kos hanya datang setahun sekali untuk mengambil uang kos selama 1 tahun, selain itu biasanya kami hanya menghubungi beliau jika ada kebutuhan mendesak saja. Nah, mengenai masalah selama di kos seperti air keran yang mati, Wc yang mampet, tikus yang sering merajalela hingga rusaknya aliran listrik biasanya yang nanggung kami.

Ibu kos sering abai dengan itu semua. padahal kami udah mencoba menghubungi beliau atau suami berhubungan dengan fasilitas kosan yang rusak. Tapi, menurut beliau, itu menjadi urusan penghuni kos. Ya, kalau sudah kayak gini, mau gak mau, biasa perbaikan dilimpahkan kepada kami. Kalau pas apes, biaya untuk pembenahan bisa mencapai di atas 700 ribu dan semua uang itu berasal dari iuran anggota kos.


Sering berselisih pendapat dengan teman kos


Jujur, aku adalah orang yang paling benci dengan kebiasaan menaruh piring kotor dan tak segera mencucinya. dalam urusan semacam ini, aku menjadi orang paling brisik di kos. Sering banget aku berdebat dengan kawan kos karena masalah cucian, piring kotor atau kondisi kosan yang kotor.

Pernah aku pengalaman marahan sama salah satu kawan kos, karena aku menegur dengan membabi buta. Ya gimana ya, aku udah sering minta tolong untuk membersihkan piring kotor selepas makan, udah lebih dari 10 kali dengan bahasa yang halus, eh malah gak didengerin, kan kezel tuh, akhirnya, muncullah kata-kata galakku yang membuat si pelaku kaget dan ngambek.


Pernah gak mandi karena tak ada air.

Bukan anak kos kalau gak merasakan tantangan. Suatu hari, mesin pemompa air di kosan mati. Mungkin karena sudah berumur jadi harus segera diganti. Permasalahannya, kala itu kami tidak menemukan tukang yang bisa memperbaiki pompa air tersebut. Ya, kami harus rela menunggu beberapa hari karena tukang langganan kami sedang pergi.

Bisa ditebak, selama mesin belum dibenahi, kami mandi di tempat lain. Entah di masjid terdekat atau di kosan teman. Kalau terpaksa tak ada tempat lain untuk mandi, biasanya aku dan lainnya memilih hanya cuci muka dan memakai parfum, hehe.


Rekor, aku pernah gak mandi 2 hari, hanya cuci muka saja. Bisa mbayangin gak risihnya kayak apa? Untungnya waktu itu gak masuk kuliah karena dosennya gak datang. Bersyukur banget pokoknya.

Baiklah, itu merupakan tantangan yang pernah aku alami sebagai anak kos. Gak afdol rasanya kalau gak ngasih senengnya jadi anak kos. Biar bisa 50:50 gitu ya. Harapannya, teman-teman memiliki pandangan sebelum jadi anak kos sehingga bisa mempersiapkan semuanya dari A sampai Z.

Belajar Hidup Mandiri

Akan ada perasaan berbeda tatkala kamu hidup bersama keluargamu di rumah dengan hidup sebagai anak rantau. Anak rantau yang jauh dari keluarga cenderung memiliki  kesempatan belajar hidup mandiri, mengatur apapun secara pribadi. Well, sebagai sosok yang terlahir dari keluarga yang biasa saja, aku merasakan perbedaan yang begitu besar.

Biasanya aku ketika makan bisa dengan mudah mengambilnya di meja makan atau membuat sendiri sesuai badan yang tersedia di rak bahan makanan. Tapi ketika ngekos, aku harus usaha lebih keras karena di meja makan tak tentu ada makanan dan tak ada rak untuk menyimpan bahan makanan yang bisa kita ambil kapan saja.

Anak rantau juga merasakan kebebasan yang hakiki. Aku bisa jalan-jalan kemanapun dan menghabiskan waktu dengan siapapun, namun tetap mematuhi norma-norma yang ada. Kan ada tuh yang diberi kebebasan oleh orangtua, tapi melanggarnya dengan melakukan hal-hal yang kurang baik. Tenang! Anak rantau yang baik gak akan hidup bebas tanpa aturan kok.

Belajar Komunikasi via teman-teman terdekat

Di kosanku, hidup kami bukanlah sebagai sosok individu. Setiap kegiatan yang dilakukan anggota di dalamnya, biasanya akan diketahui oleh semua. Kecuali yang bersifat pribadi. Satu kamar kami berisi dua orang. Ada sih beberapa kamar yang terisi 1 orang, tapi tak banyak.

Di kosan, aku belajar untuk berkomunikasi satu sama lain. Jika ada waktu senggang, kami biasanya berkumpul dan berdiskusi mengenai isu-isu yang tengah hipe, entah level kampus atau nasional. Tak hanya itu saja, aku juga mengikuti organisasi di kampus, jadi kudu pinter-pinter nyiapin kosakata sehingga mudah bergaul dengan orang-orang yang berbeda latar belakang pendidikan dan karakter.

Sering berbagi makanan dengan kawan kosan


Ketika ngekos, hal enak yang bisa dirasakan adalah kesederhanaan berbagi antar anggota. Seperti yang kukatakan sebelumnya bahwa kosanku bukan bersifat individu sehingga kalau masing-masing lagi dapat rezeki pasti dibagi ke teman sekos. Kosanku merupakan binaan dari masjid yang dimiliki oleh kampus.

Mengenai berbagi, kebetulan tiap orang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Jadi kalau mereka kembali ke Yogya dari kampung halaman, kami akan membawa oleh-oleh dari tempat asal kami. Misalnya ada yang berasal dari Palembang, ia ke kos membawa Pempek dan membaginya dengan teman kosan.

Salah satu kawan juga ada yang berasal dari Jurusan Teknik Boga. Enaknya ketika kawan satu ini praktik memasak, ia selalu membawa makanan hasil masakannya untuk dibawa pulanag dan dinikmati anak kosan. BTW, karena ia mengambil program jasa Boga, makanan yang ia bawa tak hanya kue-kue an, tapi juga berbentuk nasi atau lainnya.

Yap, demikianlah pengalamanku sebagai anak rantauan yang pernah ngekos ketika kuliah. Jadi anak kos itu memang gampang-gampang susah. Gampang bagi mereka yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, namun susah bagi mereka yang homesick atau sering kangen keluarga di rumah.

Dua hal pasti yang kudu dilakukan saat akan menjadi anak rantau yakni persiapan finansial dan mental yang matang. Jujur, selama 5 tahun di Jogja, aku sangat menikmati, apalagi Jogja memperkenalkanku dengan orang-orang baru. Betah selalu deh akhirnya. Buat kamu yang hendak merantau kemana pun, jangan lupa untuk selalu berdoa, menyiapkan finansial dan juga jaga kesehatan. Salam.

4 komentar:

  1. Hidup jauh dari orang tua itu tantangan. Mungkin cerita kita agak berbeda tapi ada aspek yang sama. Waktu kuliah aku masuk asrama, secara kebutuhan seperti makan dan tempat tidur sudah diatur.

    Nah tapi part yang ini bakal relate.
    1. Belajar ngatur uang, aku lumayan syok ketika harus pindah dari Jawa Timur ke Jatinangor, Jawa Barat. Notabene biaya hidup di kampungku lebih murah, sedangkan di Jatinangor, bisa 3x lipatnya. Uang sakuku pas-pas an waktu itu, dan akhirnya aku putar otak gimana caranya nambah duit. Tercetuslah ide jualan pulsa sama pancake durian.
    2. Selisih dengan teman seasrama, ini makanan sehari-hari.
    3. Berbagi makanan, udah pasti.. g mungkin menghindar, kecuali kalau makan di kantin, baru deh makan sendiri-sendiri. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe salam kenal Mba Pipit, menarik ceritanya. Ternyata kita memiliki pengalaman yang hampir sama. Kebetulan di univku emang gak nyediain asrama jadi gak ada cerita suka duka tinggal di asrama hehe

      Hapus
  2. Suka nya merasa mandiri kuat walau pura pura dikuat kuatin sih
    Dimana jalani hidup sebagai sebatang kara dikota orang, sebagai anak yatim piatu, berjuang untuk bertahan hidup supaya panjang dan bantu sekolah adek2

    Juga bantu hidup sendiri lebih baik tentunya

    Dukanya temen kost morotin barang diam diam sedih ,��

    Tapi yaa resiko belum kenal jauh dgn mereka

    Tempat nya beraneka ragam ada kala dapet yang sekamar teman kost yg suka intilin barang.
    Pernah juga dapet kost yang WC nya antri dan kudu bayar tiap.kali keluar masuk Wc gimana coba
    Uang kakus lebih gede drpd pengeluaran lama2 gitu kan.

    Pernah juga dapet rumah kost yang luar biasa istimewa sih tapi mgkin untuk zaman pandemi gini sudah dapetin nya

    Dimana ibu kost yang slalu manggil ingetin sholat, makan, tidur jgn berisik kalau tengah malah efek aku doyan game dan masak2 ��
    Ada juga yang cuek tpi jorok
    Akhrnya memilih tinggal kontrakan

    Tetiba pun tak lama sang pemilik rumah mau jual rumah nya, serentak aku minta ganti rugi dimana rumah sudah kurenov habisan.

    Tega kan ������

    BalasHapus
    Balasan
    1. Luar biasa kak pengalamannya sampai nano-nano gitu. Heran sih yang terakhir itu kok mau jual rumahnya,apa si ibuk pemiliknya gak ganti biaya renovasi dan lain-lain?

      Semoga kakaknya diberi rezeki, bahagia dan kesehatan yang melimpah dari gusti Allah. Amiin

      Hapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam