Senin, 22 Juni 2020

Menjaga Hutan dengan Cinta, Menyelamatkan Indonesia dari Karhutla

Sumber : dishut.sultengprov.go
Percayakah kamu bahwa cinta yang tulus mampu mencegah kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di Indonesia? Apabila kamu percaya, maka sudah saatnya menyimak dan merealisasikan perasaan cinta tersebut melalui tindakan. Sebab, kebakaran hutan bukan hanya tanggungjawab 1 atau 2 pihak saja, tetapi juga ratusan juta manusia yang hidup di bumi pertiwi ini. Seperti apa makna cinta yang tulus dalam menjaga hutan itu? Mari kita simak melalui kisah berikut.

***
Kisah cinta kali ini bukan mengenai kehidupan sepasang kekasih yang tengah menjalin kerinduan layaknya Dilan dan Milea. Tetapi lebih dari itu. Ini kisah cinta seorang lelaki pada alam melalui puluhan ribu Beringin yang ia tanam. Nama lelaki itu adalah Sadiman. Ia merupakan tokoh inspiratif penjaga hutan yang berasal dari Dusun Dali, Desa Geneng, Kecamatan Bulukerto, Wonogiri.
Sosok Mbah Sadiman, pahlawan alam dari Wonogiri 
(Sumber gambar : Nets.id)
Mulanya tak banyak orang mengenal sosok lelaki berusia 69 tahun ini, hingga beberapa waktu lalu, Mbah Sadiman menjadi pemberitaan di berbagai media setelah mendapatkan penghargaan “Reksa Utama Anindha” dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Semenjak itu, orang-orang mulai melirik pada sosok sederhananya. Ia merupakan potret malaikat tanpa sayap yang berhasil menghijaukan hutan di sepanjang Lereng Lawu selama 20 tahun lebih.

Cerita bermula di tahun 1996. Kala itu Mbah Sadiman melakukan perjalanan pulang selepas bekerja menyadap getah karet. Sepanjang jalan, ia melihat Bukit Gendol-Ampyangan—sebutan kawasan hutan lindung sepanjang lereng Lawu—telah gundul akibat kebakaran hutan. Pohon-pohon meranggas, tanah kering merekah dan tak terlihat kehidupan sama sekali di sekitarnya. Mbah Sadiman merasa begitu prihatin. Kemudian, muncul keinginan untuk menghijaukan kembali dengan cara menanam pohon. Tercetuslah, ide menanam Pohon Beringin yang diketahuinya sebagai tanaman penjaga air tanah.

Berniat baik menghijaukan hutan di lingkungan tempat tinggalnya ternyata tak selancar yang kita kira. Selain mendapat tantangan dari alam berupa medan penanaman pohon yang sulit karena harus turun naik bukit, Mbah Sadiman juga dianggap gila oleh masyarakat sekitar. Bagaimana tidak? Bukannya menanam tanaman yang menghasilkan nilai jual layaknya pohon buah atau rempah, Mbah Sadiman justru memilih pohon Beringin yang terlihat tak bermanfaat sama sekali.
Mbah Sadiman sedang merawat bibit-bibit Beringin sebelum ditanam
(Sumber gambar : Ublik.id)
Melalui okultime yang begitu mengakar kuat, Pohon Beringin merupakan jenis tanaman yang dihindari banyak orang. Konon katanya, pohon tersebut mengandung unsur magis yang begitu besar, ia merupakan tempat bagi para hantu bernaung. Tak pelak, okultisme ini semakin memperkuat anggapan masyarakat bahwa Mbah Sadiman sudah tidak waras. Padahal, dibalik itu semua, ia tahu bahwa Beringin memiliki fungsi yang begitu besar, itu merupakan pohon yang mampu mencengkeram tanah dan menyimpan cadangan air.

Singkat cerita, setelah belasan tahun berlalu, Hutan di Bukit Gendol-Ampyangan bukan lagi dikenal sebagai wilayah tandus, kini lokasi tersebut justru berubah menjadi hijau dan asri. Luar biasanya, penduduk yang dulu sering kekurangan air ketika musim kemarau tiba, kini sudah tidak lagi. Tanah-tanah di desa kini memiliki air bersih yang cukup semenjak pohon-pohon Beringin yang ditanam Mbah Sadiman menjejak dengan kokohnya. Bersamaan dengan manfaat yang muncul itulah, sebutan gila kemudian lenyap tanpa bekas.

***
Mbah Sadiman merupakan satu dari beribu kisah kepahlawanan terhadap hutan dan alam. Lebih tepatnya, ia sosok yang seharusnya bisa hidup dalam diri tiap orang. Cinta yang ia berikan pada hutan bukan sekadar ucapan manis semata, tetapi tercetak dalam bentuk aksi nyata menanam puluhan ribu Pohon Beringin secara mandiri selama 20 tahun lebih. Melalui dedikasinya, Mbah Sadiman telah membuktikan kepada dunia bahwa menjaga hutan dengan cinta mampu menumbuhkan benih-benih kehidupan bagi tiap mahluk.

Andai di Indonesia ini ada jutaan orang seperti Mbah Sadiman, maka peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) akan menjadi sebuah momen yang langka dan tak perlu dikhawatirkan oleh banyak pihak. Bagaimana tidak? 99 persen kebakaran hutan disebabkan oleh kesengajaan oknum tak bertanggungjawab. Artinya, kesadaran dan perasaan cinta oknum tersebut terhadap alam khususnya hutan belumlah muncul sebagaimana cinta yang Mbah Sadiman berikan kepada alam.

Meski begitu, kita tak lantas bisa menyalahkan bahwa 100 persen kebakaran hutan merupakan ulah oknum. Sebab, kebakaran hutan juga bisa terjadi karena hal lain. Ada dua faktor yang mampu memicu terjadinya Karhutla di Indonesia, berikut merupakan penjelasannya,

1. Faktor Kesengajaan.

Bersumber dari pernyataan Kasubdit Pencegahan Karhutla-Direktorat PKHL, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK, Anis Aliati, penyebab kebakaran hutan dan lahan itu bisa berasal dari aktivitas manusia. Modusnya adalah pembukaan lahan dengan pembakaran tak terkendali oleh Korporasi atau masyarakat demi kepentingan lahan budidaya, pemukiman atau peruntukan ekonomi lainnya.

Senada dengan pernyataan Bu Anis, menurut Humas BNPB dalam CNN Indonesia, pembakaran hutan lebih banyak dilakukan oleh masyarakat dengan dalih mengurangi biaya pembayaran jasa pembuka lahan.

"Biaya pembukaan lahan dengan cara dibakar hanya membutuhkan Rp 600-800 ribu per hektare, sedangkan tanpa membakar butuh Rp 3,4 juta per hektare untuk membuka lahan,"

Dengan selisih biaya yang dikeluarkan itu cukup besar, membuat masyarakat lebih memilih cara instan yakni dengan membakar hutan tanpa memahami risiko lebih lanjut. Mengenai dampak mengerikan yang terjadi, rasanya itu bukan menjadi urusan para oknum tersebut. 

2. Faktor Alam

Di Indonesia, faktor geografis juga bisa menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Musim kemarau panjang, aktivitas vulkanis hingga sambaran petir mampu memicu munculnya titik api. Apalagi pada wilayah seperti Sumatra dan Kalimantan yang notabene ditutupi lahan gambut. Kawasan tersebut akan mudah terbakar hanya dengan satu percikan api saja, misalnya terkena puntung rokok yang masih menyala. Memang, jika ditelisik, lahan gambut yang ada telah hilang fungsi sebagai penyerap air. Itu terjadi karena konversi hutan ke lahan yang menyebabkan sumber air dalam tanah terdegradasi.

Ya, demikian 2 faktor pemicu kebakaran hutan yang kerap terjadi di Indonesia. Kita mungkin bisa memaklumi faktor alam karena seperti apapun itu tak bisa dihindari. Namun, memaklumi kesengajaan membakar rasanya bukan pilihan etis mengingat dampak yang ditimbulkan dari karhutla sangatlah kronis.Bak permainan domino, efek yang muncul ketika karhutla terjadi akan merembet ke berbagai bidang kehidupan, terutama kesehatan, sosial, politik dan ekonomi.
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) masih menjadi momok yang mengerikan setiap tahunnya. Dampaknya bahkan mampu melumpuhkan aktivitas tidak hanya di lokasi kejadian, tetapi juga propinsi sekitar bahkan negara tetangga karena asap yang mengepul lebat. Hingga 11 Juni 2020 lalu, terjadi penurunan titik panas sebesar 335 titik (31,43%). Tiga propinsi dengan jumlah hotspot terbanyak : Riau (263 titik), Sulawesi Selatan (102 titik) dan Kepulauan Riau (99 titik).

Sementara wilayah lain yang berpotensi mengalami kebakaran dan sudah terdeteksi oleh satelit melalui titik api yang muncul adalah wilayah Sumsel dan Jambi. Jika sudah terdeteksi seperti ini, maka tindakan pencegahan perlu dilakukan guna menghindari dampak lebih lanjut bagi kehidupan. Berikut ini merupakan beberapa ulasan mengenai dampak karhutla.

Kesehatan

Karhula menghasilkan asap pekat yang mengandung berbagai macam zat berbahaya bagi tubuh dan pernafasan. Seperti yang diungkapkan oleh Prof. Bambang Hero Saharjo bahwa terdapat 90 bahan gas beracun yang mampu merusak tubuh. Apalagi terdapat partikel-partikel halus yang biasa disebut sebagai PM 2,5 dan PM 10 yang bisa mengendap lebih cepat pada saluran pernafasan daerah bronki dan alveoli.
Maka dari itu, ia bisa memunculkan penyakit seperti iritasi pada mata, hidung, dan tenggorokan, serta memicu reaksi alergi, peradangan, dan mungki juga infeksi. Gas-gas beracun itu juga bisa memicu terjadinya penyakit saluran nafas seperti bronkitis, ASMA, ISPA, Pneumonia, PPOK hingga memperparah penderita Covid-19.

Berdasarkan informasi yang dicuplik dari nationalgeographic.grid.id, asap kebakaran hutan mengandung tiga komponen utama yang berbahaya bagi kesehatan:
  • Komponen gas seperti karbondioksida (CO2), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO), Sulfur dioksida (SO2), dan lainnya.
  • Partikel padat yang disebut sebagai particulate matter (PM) yang beterbangan dalam abu asap kebakaran.
  • Zat kimia sebagai hasil sisa pembakaran seperti akrolein, formaldehid, benzene, dioksin, dan lainnya.
Penelitian membuktikan bahwa tiga komponen tersebut mampu menyebabkan gangguan kesehatan berpa penyakit-penyakit saluran pernafasan kronis. Gejala utamanya berupa sesak nafas yang berat serta iritasi pada mata dan hidung akibat partikel padat yang terdapat pada asap yang mengandung gas CO2 dan CO.

Ekonomi

Secara ekonomi, karhutla menyebabkan kerugian yang besar bagi negara. Berdasarkan informasi dari Prof. Bambang Hero Saharjo, pada tahun 2015 lalu kerugian yang terjadi ditaksir mencapai Rp 200 triliun dan pada tahun 2019 sebesar Rp 75 triliun. Rincian kerugiannya bisa berupa luas lahan yang hangus hingga biaya yang dikeluarkan untuk memadamkan api. Itu masih dihitung hanya tahun 2015 dan 2019, belum jika diakumulasi pertahunnya. Tentu angkanya akan begtiu besar. Kebakaran hutan juga telah melumpuhkan berbagai aktivitas ekonomi seperti perdagangan, transportasi hingga pariwisata.

Sosial dan Politik

Ditilik dari bidang sosial dan politik, karhutla menyebabkan menurunnya aktivitas sosial masyarakat. Mengapa begitu? Dengan kobaran api dan asap, masyarakat akan memilih untuk berlindung di dalam rumah ketimbang beraktivitas sosial satu sama lain. Nah, kalau ditilik dari sisi politik, terjadi benturan kepentingan dan klaim satu sama lain terkait aturan-aturan mengenai kebakaran hutan dan penyebabnya. Kita juga bisa melihat dari sisi hubungan internasional dengan negara lain yang terdampak karhutla yang semakin memanas.

Lingkungan

Terjadinya karhutla sangat berpengaruh besar terhadap perunbahan lingkungan. Berikut sejumlah dampak yang bisa dirasakan secara nyata oleh masyarakat.
  • Hilangnya flora dan fauna yang menghuni hutan.
  • Naiknya emisi gas beracun di udara yang menyebabkan terjadi perubahan iklim di dunia.
  • Terjadi kelangkaan air karena alih fungsi hutan menjadi lahan pemukiman atau budidaya.
  • Terjadi bencana lanjutan yang disebabkan oleh penggundulan hutan seperti longsor, kekeringan, hingga banjir bandang.
Demikianlah dampak-dampak yang akan terjadi ketika kebakaran hutan dan lahan tak segera diatasi. Mungkin saat ini kita masih bisa santai karena menganggap jumlah hutan masih cukup menghasilkan oksigen bagi dunia. Namun bagaimana dengan 5,10,15 hingga 50 tahun kedepan? Keberlangsungan hidup generasi masa depan ditentukan oleh tindakan-tindakan kita di masa kini dalam mencintai alam. Nah, bicara mengenai dampak karhutla, ternyata ia juga mampu menjadi pemicu kerentanan tubuh terhadap virus covid-19. Mengapa bisa begitu?
Layaknya asap rokok, obat anti nyamuk dan pembakaran sampah, asap yang timbul dari kebakaran hutan juga berbahaya bagi tubuh. Berdasarkan informasi dari Prof Bambang Hero Saharjo (Guru Besar Perlindungan Hutan, Fakultas Kehutanan IPB) dalam talk show KBR.ID bertema “Kemarau dan Ancaman Karhutla di Tengah Pandemi” pada 12 Juni 2020 lalu, ditemukan kurang lebih 90 gas dalam asap kebakaran hutan di Kalimantan Tengah. Ngerinya, 50 gas diantaranya sangat beracun dan bisa merusak fungsi paru-paru.
Talk show KBR Radio bersama Narasumber (Youtube)
Saat paru-paru mengalami kerusakan, terjadi risiko kerentanan terhadap virus Covid-19. Sudah tahu bukan bagaimana virus ini menginfeksi korbannya?  Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 merupakan jenis virus yang menyerang sistem pernapasan. Virus ini bisa menyebabkan bermacam gangguan dari mulai gejala ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, dan yang terburuk menyebabkan kematian.

Asap yang dihasilkan oleh pembakaran hutan mampu merusak fungsi paru-paru sebagai tempat pertukaran oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah. Padahal, paru-paru yang sehat sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan fungsi tubuh.
Nah, kita tahu bahwa virus Korona menyerang saluran pernafasan termasuk paru-paru. Jika sebelumnya paru-paru pernah mengalami gangguan karena paparan asap karhutla, maka virus Korona akan dengan mudah menyerang dan memperparah kondisi paru-paru hingga organ pernafasan lainnya. Akibat paling fatal yang bisa terjadi adalah kematian.

Mengingat saat ini kita tengah menghadapi pandemi Covid-19 dan ancaman kebakaran hutan di beberapa wilayah di Indonesia. Maka sangat disarankan kita melakukan upaya-upaya seperti menggunakan masker kemanapun dan dimanapun, menggunakan handsanitizer, menghindari asap apapun baik rokok, obat nyamuk atau paparan asap kebakaran hutan, istirahat yang cukup, melakukan aktivitas fisik dan makan makanan bergizi untuk memperkuat imun tubuh.
Kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana tahunan yang merugikan berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat hingga negara lain melalui asapnya. Kerugian material yang dihasilkan juga sangat besar, bahkan mencapai angka ratusan triliun rupiah. Untuk itu maka perlu dilakukan upaya pencegahan supaya kebakaran hutan di Indonesia bisa diminimalisir bahkan dihilangkan. Berikut upaya dalam pencegahan kebakaran hutan :

Mengawasi Titik Rawan Kebakaran Hutan

Area hotspot di Indonesia sangatlah banyak, terutama di Provinsi Riau, Jambi, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Dengan adanya hal itu perlu ada inspeksi lebih pada titik rawan kebakaran tersebut. Lokasi yang memiliki titik rawan biasanya ditandai dengan adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti rumput yang mengering, lahan gambut dan juga kayu-kayu kering.

Untuk menelaah risiko meluasnya area hotspot bisa menggunakan Indeks Kekeringan Keetch Bryam. Indeks Keetch Bryam merupakan ukuran kondisi kekeringan. Indeks ini biasanya digunakan untuk memprediksi kemungkinan dan tingkat keparahan api. Ia dihitung berdasarkan curah hujan, suhu udara, dan faktor meteorologi lainnya.  Indeks Keetch Bryam disusun oleh  John Keetch dan George Byram pada tahun 1968 untuk Dinas Kehutanan Departemen Pertanian Amerika Serikat.  

Melakukan Patroli dan Pengawasan Lebih Ketat

Menurut Anis Aliati, demi meminimalisir terjadinya kebakaran hutan, beberapa pihak yang andil dalam KLHK sudah melakukan langkah-langkah kongkrit, yakni dengan melakukan patroli terpadu dan mandiri. Patroli mandiri terdiri dari Mandala Agni dan KLHK sedangkan patroli terpadu terdiri dari banyak elemen seperti KLHK, Mandala Agni, TNI, POLRI, Babinsa dan masyarakat di wilayah rawan dan teridentifikasi memiliki hotspot.
Sumber Gambar : Instagram KLHK
Mendeteksi Kebakaran Hutan Sedini Mungkin

Hal yang dapat dilakukan kita untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan sedini mungkin dengan melakukan tindakan berikut ini: 

  • Membangun menara pengawas dengan jarak pandang jauh yang dilengkapi teknologi canggih maupun sarana deteksi seperti teropong dan alat komunikasi untuk bertukar informasi.
  • Membangun pos-pos penjagaan disekitar lokasi hutan dan di kawasan perbatasan dengan pemukiman penduduk maupun lahan usaha.
  • Memanfaatkan sebaik mungkin informasi penerbangan, data satelit dan data cuaca pada kawasan hutan yang rawan terjadi kebakaran.
Mempersiapkan Peralatan Pemadaman Kebakaran Hutan

Demi mencegah terjadinya kebakaran hutan, kita membutuhkan berbagai peralatan penunjang untuk memadamkan api. Semua peralatan tersebut sebaiknya disiapkan seawal mungkin sehingga bila terjadi kebakaran atau menemukan titik api, kita bisa dengan mudah memadamkan tanpa kesulitan untuk mencarinya.
Sumber Infografis : Instagram KLHK
Penerapan aturan yang tegas mengenai pembakaran hutan

Peraturan disini biasanya disusun oleh departemen kehutanan dan sumber daya alam. Dalam peraturan tersebut mencakup peraturan tentang jarak pembakaran rumput atau bahan bahan yang bisa terbakar, peraturan kegiatan kemah dan juga perijinan untuk menyalakan api unggu serta peraturan bagi pekerjaan yang dilakukan di wilayah hutan. Dengan memeriksa surat tersebut, nantinya dapat meminimalisir terjadinya kebakaran hutan.

Melakukan Penyuluhan ke masyarakat

Pelaku pembakaran hutan dan lahan bukan hanya oknum yang terintegrasi dalam korporasi. Tetapi juga individu yang memiliki kepentingan dalam memperluas areal lahan untuk pemukiman maupun budidaya. Dengan adanya hal tersebut, perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat terkait aturan dan sanksi tegas yang bisa menjerat mereka. Selain itu, dalam rangka mencegah kebakaran hutan, penyuluhan berfungsi untuk memunculkan kepedulian tiap individu terhadap kelestarian hutan.

Demikianlah tindakan-tindakan yang bisa dilakukan oleh beberapa pihak yang memiliki wewenang dalam pencegahan kebakaran hutan di Indonesia yang dalam hal ini merupakan KLHK. Namun demikian, tugas untuk menjaga hutan dan kebakaran bukan hanya  dibebankan pada 1 atau 2 lembaga saja, seluruh pihak terkait juga harus ikut membantu. Bersyukurnya, seluruh elemen masyarakat baik POLRI, TNI, Babinsa, BNPB daerah hingga pusat, masyarakat dan korporasi terkait juga turut membantu mencegah meluasnya titik-titik api di wilayah rawan kebakaran.
Baiklah, kita sudah melihat berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dan lembaga terkait dalam mencegah terjadinya karhutla. Lalu bagaimana dengan upaya yang bisa dilakukan masyarakat biasa? Selain karena faktor alam, kebakaran hutan dan lahan terjadi akibat ulah manusia yang tak bertanggungjawab.

Para oknum itu mungkin tak menyangka bahwa hasil perbuatan mereka mampu membunuh dan merugikan banyak pihak. Namun, dari sinilah kita bisa menarik kesimpulan bahwa mereka tak memiliki rasa cinta terhadap alam, rasa cinta terhadap mahkluk-makhluk Tuhan yang ada di dalam hutan. Tak seperti Mbah Sadiman, sosok lelaki sedehana yang mampu merengkuh alam dalam cinta dan kesabaran selama 2 dekade lebih.

Nah, berkaitan dengan Mbah Sadiman, saya ingin berbagi kisah inspiratif  lain mengenai masyarakat yang begitu mencintai hutan layaknya seorang ibu. Mereka adalah masyarakat Lindu. Sekelompok manusia yang mendiami Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) di propinsi Sulawesi Tengah. Bagi mereka, hutan menjadi entitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan.
Masyarakat Lindu begitu menghargai hutan dan seni sebagai ciri khas mereka Sumber foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia
Hutan merupakan "Ginoku katuhuaku" yang berarti sumber kehidupan dan titik nadir bagi aktivitas masyarakat Lindu. Jika itu telah menjadi sumber kehidupan, bagaimana mungkin mereka tega untuk merusaknya. Mereka memiliki cara bijak sehingga mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki hutan tanpa merusaknya sedikit pun. Masyarakat Lindu memiliki Majelis Adat Ngata Lindu (Totua Ngata) yang bertugas untuk memastikan semua aturan mengenai penggunaan hutan dipatuhi oleh semua orang di wilayah tersebut.

Masyarakat Lindu sangat menghargai hutan yang termasuk ke dalam wilayah Taman Nasional Lore Lindu. Hal itu dibuktikan dengan pemberlakuan zonasi penggunaan hutan oleh masyarakat adat Lindu serta memiliki sejumlah sanksi yang cukup berat jika menemukan warganya yang melanggar aturan.
Kearifan lokal masyarakat seperti ini semestinya dilestarikan karena mereka secara mandiri mampu menjaga hutan dengan sikap welas asih yang mereka miliki. Meski mereka membutuhkan lahan guna budidaya dan pemukiman, namun mereka tidak sembarangan merusak melalui pembakaran liar. Masyarakat Lindu paham bahwa hutan memiliki fungsi yang begitu besar sebagai sumber pangan, sandang hingga papan bagi mereka.

Kawan, hutan yang terbakar mampu menghasilkan emisi beracun yang bisa mengubah iklim dunia. Pernah mendengar pemanasan global? Ya, kita tengah mengalaminya dengan tanda naiknya permukaan air laut, mencairnya es di kutub dan musim yang tak bisa diprediksi. Semua efek itu muncul karena akumulasi dari emisi karbon yang dilepaskan ke udara. Salah satunya melalui kebakaran hutan. Miris rasanya jika setiap tahun kita kehilangan paru-paru dunia dengan jumlah yang tak sedikit.
Bayangkan, menurut data di atas, pada tahun 2015, sejumlah 2,6 juta hutan hangus dan hilang begitu saja. Itu jumlah yang besar lho. Jumlah yang cukup produktif apabila dikaitkan dengan sektor ekonomi. Saat ini kita memasuki musim kemarau, musim dimana dedaunan, ranting dan lahan gambut menjadi kering dan mudah terbakar hanya dengan cipratan api kecil.

Kawan, kedepannya kita perlu meningkatkan penggunaan teknologi yang terkolaborasi dengan SDM yang mumpuni. Harapannya, hutan tak lagi menjadi korban keserakahan manusia. Satu hal lagi, semoga sanksi-sanksi hukum terhadap pelaku pembakaran hutan bisa dipertegas sehingga mereka menjadi jera. Baiklah, mungkin sudah saatnya saya berkata Mari menjaga hutan dengan cinta, mari menyelamatkan Indonesia dari Karhutla.

Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di web KBR

Referensi :
  • Talkshow Siaran publik KBR tema "Kemarau dan Ancaman Karhutla di Tengah Pandemi"
  • https://www.mongabay.co.id/2020/05/01/homaidy-abdikan-hidup-merawat-hutan-prancak/
  • http://pskl.menlhk.go.id/berita/281-masyarakat-adat-kearifan-lokal-yang-menjaga-hutan.html
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Kebakaran_liar
  • http://pskl.menlhk.go.id/berita/281-masyarakat-adat-kearifan-lokal-yang-menjaga-hutan.html
  • https://www.wwf.or.id/tentang_wwf/upaya_kami/iklim_dan_energi/solusikami/adaptasi/forest_fire.cfm#:~:text=Pada%20musim%20kemarau%2C%20lahan%20gambut,dideteksi%2C%20dan%20menimbulkan%20asap%20tebal.
  • https://nationalgeographic.grid.id/read/131872192/iritasi-hingga-potensi-kanker-dampak-kebakaran-hutan-bagi-kesehatan?page=all
  • https://twitter.com/infoBMKG/status/1032863571909140480/photo/2
  • https://twitter.com/infoBMKG/status/1032863571909140480/photo/3
  • https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150729182700-20-68935/bnpb-bongkar-motif-dan-modus-kebakaran-hutan-dan-lahan
  • https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/16/berapa-luas-kebakaran-hutan-dan-lahan-di-indonesia

12 komentar:

  1. Untuk jadi pahlawan tidak perlu sinar laser tapi sinar mata hati untuk peduli kesesama. Sadiman sosok inspiratif bahwa menjaga bumi tugas kita semua

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, bener banget Mba Ratna. Justru pahlawan2 seperti inilah yg luar biasa dan nyata ada disekitar kita

      Hapus
  2. Sosok mbah sadiman inspiratif sekali ya.. Mengajarkan kita untuk peduli dengan lingkungan.. Semoga makin banyak sosok seperti beliau agar hutan kita bisa asri seperti dulu lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, semoga saja demikian. Andai ya mbak, sosok yang memiliki cinta seperti Mbah Sadiman itu banyak...
      Tapi itu ya bisa dimulai dari diri kita sendiri sih :)

      Hapus
  3. Kebakaran hutam nampaknya jadi semacam langganan yah di Indonesia, sedih lho, padahal kan Indonesia termasuk paru-paru dunia. Semoga melalui tuliasan ini banyak yg menyadari fungsi penting dari hutan sehingga bisa terus menjaga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya begitulah mas, kadang saya merasa sedih dan kesal juga ketika dengar penerbangan jadi terganggu karena asap kebakaran ini. Pelaku pembakarannya itu lho yang bikin kezel,
      Aamin, semoga saja demikian mas :)

      Hapus
  4. sebagai orang yang peranh kebanjiran besar akibat ada hutan yang gundu dan drainase yang buruk, saat ada kebakarn hutan ini bikin aku trauma lagi

    BalasHapus
  5. Tabik untuk mbah sadiman, sungguh dedikasi yang membuat mata basah 20 tahun, dicemooh juga namun tak bergeming, sebuah cinta sejati terhadap alam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mas Rusdiana, beliau salah satu tokoh inpiratif bagi negeri ini. Sosok yg kudu ada pada diri setiap orang 🙂

      Hapus
  6. Masalah kebakaran hutan tahun lalu cukup kompleks. Kita sebagai manusia sangat bertanggungjawab terhadap kelangsungan hutan dan alam. Penebangan pohon di hutan dengan tidak bertanggungjawab demi kepentingan perut dan industri, tidak hanya merugikan satu wilayah saja. Tetapi wilayah lain, termasuk negara tetangga seperti Brunai, Singapura, dan Malaysia

    Beruntung ada orang-orang baik seperti Mbah Sadiman dan para konservator lainnya.

    Panjang umur inggih mbah!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak, beruntung banget ada sosok yg begitu peduli seperti Mbah Sadiman. Aku aja pas mbaca memgenai beliau rasanya trenyuh :)

      Hapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam