Jumat, 03 Maret 2023

Dari Sudut Kecil Kota Batik hingga Upaya BSI Kurangi Sampah Plastik

Di depan sebuah apotek di sudut kota batik, tampak beberapa anak muda serta para bapak mengenakan baju merah berbaris dengan teratur. Sembari membawa jaring, garu dan perkakas kebersihan lainnya, mereka terlihat antusias dan bersemangat.

Sekitar 10 menit kemudian, para bapak dan anak muda dari berbagai komunitas di Pekalongan itu bergegas menuju ke arah pinggiran sungai Loji. Mereka akan dibagi menjadi dua kelompok yakni A dan B.

Kelompok A akan membersihkan sampah di sekitar jaring yang membentang membelah sungai, sedangkan kelompok B akan menyusuri sungai menggunakan perahu sambil memungut sampah yang hanyut.

Tim A yang terdiri dari anak muda komunitas, bertugas
menyusuri sungai bersama Tim Jogo Kali (Dokumentasi Pribadi)

Perlu diketahui sebelumnya, para bapak berbaju merah itu merupakan bagian dari tim Jogo Kali (Jaga Sungai). Mereka merupakan pahlawan pembersih sungai Loji yang tiap hari akan berpatroli untuk membersihkan sampah-sampah.

Tim Jogo Kali sendiri adalah petugas kebersihan sungai di bawah naungan DLH Kota Pekalongan yang dibentuk sekitar tahun 2020 lalu.  

Tim Jogo Kali mengungkapkan bahwa tiap hari, mereka bisa menemukan sampah hingga mencapai 8 meter kubik atau setara dengan 2 kontainer truk pasir. Beberapa jenis sampah yang ditemukan mulai dari kayu, baju-baju, kasur, tanaman hingga sampah plastik. 

Melihat begitu besarnya volume sampah tersebut, tak heran bila Kota Pekalongan kerap dilanda banjir setelah hujan. Biasanya penyumbatan saluran air akibat sampah menjadi penyebab utama yang memicu bencana tersebut.

Tim Jogo Kali dan anak muda dari komunitas membersihkan bagian
 jaring penyaring (Dok.Pribadi)

Hari itu, saat membersihkan sampah di sekitar jaring, anak-anak komunitas cukup kesulitan karena aroma busuk yang menyengat serta ukuran sampah yang berat akibat bercampur dengan air. Beruntungnya, tim Jogo kali sigap dan sudah terbiasa.

Kumpulan sampah yang terkena jaring di Sungai Loji, Kota Pekalongan (Dokumentasi pribadi)

Potret Tim Jogo Kali Loji tengah mengangkut sampah untuk
dibuang ke TPA (Dokumentasi Pribadi)

Mengapa sungai Loji jadi sasaran membuang sampah hingga jumlahnya fantastis? 

Perilaku masyarakat membuang sampah ke Sungai Loji terjadi karena tempat tersebut dinilai sebagai lokasi yang gratis, strategis dan praktis. Selain itu, kurangnya literasi tentang pengelolaan sampah serta minimnya kepedulian membuat perilaku tersebut masih terpelihara.

Hal yang lebih parah, dari semua jenis sampah yang dominan mencemari adalah plastik, entah itu dalam bentuk kantong kresek, botol-botol hingga kemasan makanan.

Padahal, sampah plastik tak bisa dengan mudah terurai secara alami. Sekali itu terbuang ke tanah, laut atau sungai, sampah plastik akan terus berada di tempatnya. Bahkan berpotensi berubah menjadi microplastik yang membahayakan.

Waktu lama sampah bisa terurai (Gambar sumber : human initiative)

Mengenai permasalahan sampah, dari sudut kecil Kota Batik saja bisa dilihat bahwa itu masih menjadi problematika pelik yang sukar diatasi. Apalagi, bila membahasnya pada wilayah yang lebih luas dari Sabang-Merauke. 

Berdasarkan studi National Plastic Action Partnership tahun 2020, Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik terbesar urutan ke-2 di dunia, dengan volume sampah plastik sebesar 6,8 juta ton per tahun.

Menurut Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa produksi sampah plastik di Indonesia mencapai 6,4 juta ton per tahun, dengan 3,2 juta ton di antaranya terbuang ke laut. 

Menjadi urutan ke-2 sebagai penghasil sampah plastik bukanlah prestasi yang bisa dibanggakan. Terlebih, sampah memunculkan dampak negatif bukan hanya terhadap lingkungan, tetapi juga kesehatan dan perekonomian.

Tak heran, perlu dibuat upaya-upaya nyata agar terbuangnya sampah ke alam bisa diminimalisir. Tentu saja, itu membutuhkan kolaborasi yang kuat dari berbagai pihak agar pengelolaan sampah bisa Tumbuh Seimbang Berkelanjutan.

BSI dan Upaya Konkret Mengurangi Sampah Plastik

Sampah, terutama sampah plastik bukanlah hal yang bisa disepelekan. Selain mengganggu pemandangan, keberadaannya membuat lingkungan menjadi tercemar. 

Perlu ada solusi kongkret yang mampu membuat sampah plastik tak lagi terbuang bebas namun justru bermanfaat secara ekonomi melalui proses daur ulang. 

Beberapa waktu lalu, dalam perhelatan KTT G20 di Bali, Bank Syariah Indonesia (BSI) bekerjasama dengan Plasticpay menyediakan 20 unit Reverse Vending Machine (RVM) atau mesin daur ulang botol plastik di sekitar area penyelenggaraan KTT G-20.

Foto perempuan tengah memasukkan sampah plastik ke RVM BSI (Sumber gambar : BSI)

Upaya penyediaan Reverse Vending Machine (RVM) ini merupakan langkah konkret BSI dalam mewujudkan ekonomi hijau yakni dengan meminimalisir sampah plastik yang terbuang ke alam.

Bila dikelola dengan benar, sebenarnya sampah-sampah yang terbuang bisa menjadi pundi-pundi cuan bagi masyarakat. Sampah organik misalnya, bisa diubah menjadi pupuk kompos untuk tanaman. Pun dengan sampah plastik, itu bisa didaur ulang atau diubah menjadi berbagai produk kriya bernilai jual.

Berikut ini merupakan salah satu kerajinan dari limbah plastik. Terlihat cantik dan memiliki nilai jual bukan?

Seni kreatif berupa bunga hias yang berasal dari daur ulang plastik (Dok.Pribadi)

Andaikan masyarakat mampu melihat peluang ekonomi dari pengelolaan sampah plastik, bukan hanya keuntungan finansial yang diperoleh tetapi juga kesempatan memberdayakan orang lain.

Melihat adanya aspek pemberdayaan yang bernilai ekonomi inilah yang kemudian menginisiasi Bank Syariah terbesar di Indonesia ini membuat Reverse Vending Machine (RVM) sebagai media pengumpul plastik. 

Harapannya, lebih banyak orang teredukasi agar pengelolaan sampah plastik bisa Tumbuh Seimbang Berkelanjutan mulai dari pemilahan hingga proses daur ulang

RVM BSI di Wisma Mandiri, Jakarta (Foto : Koran Jakarta/Wahyu AP)

Apa benefit yang didapatkan masyarakat bila menukarkan sampah plastik ke RVM? 

Saat masyarakat menukarkan sampah plastik ke RVM BSI, mereka akan mendapatkan benefit dalam bentuk poin. Tiap 1 poin akan setara dengan Rp 1. Untuk 1 botol ukuran 600 ml setara dengan 56 poin atau Rp56, untuk 1 kg setara 2968 poin atau senilai Rp3.000,-.

Bayangkan bila ada lebih banyak orang menukarkan sampah plastik mereka ke RVM BSI maka ada lebih banyak sampah termanfaatkan melalui proses daur ulang ketimbang dibuang begitu saja ke tanah atau sungai. Terlebih, sampah-sampah itu bisa ditukarkan dengan merchandise. 

Saat ini BSI dan Plastic Pay telah menempatkan 17 unit RVM di bebeberapa titik di wilayah Jabodetabek. Rencananya, tahun 2023 ini akan ada tambahan 50 unit RVM yang ditempatkan di area berbeda. 

Setelah mengetahui bagaimana BSI berupaya menekan jumlah sampah plastik yang terbuang melalui RVM, maka muncul optimisme bahwa pengelolaan sampah plastik, di kota besar maupun kota kecil seperti Pekalongan bisa lebih baik.

Harapannya, Reverse Vending Machine (RVM) bukan hanya berada di Jabodetabek saja tetapi tersebar ke penjuru Indonesia untuk menjadi solusi recycling sampah melalui prinsip 3P yakni People, Planet, dan ProfitSemoga upaya itu mampu terwujud demi masa depan bumi yang lebih baik. Salam hangat. 

#1001CeritaMembangunIndonesia

#TumbuhSeimbangBerkelanjutan

Referensi penulisan :

  • https://www.bankbsi.co.id/news-update/berita/gerakan-ekonomi-hijau-bsi-dan-plasticpay-luncurkan-vending-mesin-sampah-plastik
  • https://koran-jakarta.com/bsi-peduli-lingkungan-edukasi-masyarakat-tukar-botol-plastik-di-reverse-vending-machine
  • https://keuangan.kontan.co.id/news/bsi-dan-plasticpay-luncurkan-vending-mesin-sampah-plastik?page=1
  • https://greennetwork.id/kabar/langkah-bsi-dorong-ekonomi-hijau-dengan-sediakan-reverse-vending-machine/
  • Foto-foto tentang Pekalongan merupakan milik pribadi dan beberapa foto milik orang lain, sumber tercantum di bawah foto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam