Sabtu, 15 Agustus 2020

Mengenal Papua Lebih Dalam sebagai Ecowisata di Timur Indonesia

"Papua sebagai destinasi wisata hijau sebenarnya kiasan bahwa provinsi ini memiliki ecowisata yang dikelola secara bertanggungjawab dan melalui cara-cara yang baik" Bustar Maitar (CEO Econusa).

Papua memang memiliki hutan yang masih asri dan jumlahnya cukup untuk disebut sebagai wilayah yang hijau. Namun demikian, istilah “Destinasi wisata hijau” yang sering kita dengar melalui media sosial ternyata bukan hanya bicara soal itu. Tetapi lebih pada upaya  masyarakat yang menjadikan wilayah Papua sebagai lokasi wisata yang dikelola menggunakan prinsip-prinsip alam.

Bagi masyarakat Papua, hutan memberikan secercah kehidupan. Ya, mereka menyebut hutan sebagai ibu. Ibu yang selalu memberi manfaat bagi anak-anak dan menyediakan kasih sayang melalui kekayaan yang dimiliki. Saking sayangnya masyarakat Papua pada Sang “ibu”. Mereka tak akan tega untuk melukai dengan membabat pohon sembarangan, membuang sampah secara sembrono atau membunuhi flora maupun fauna di dalam hutan.

Suatu hari aku mendengar sebuah cerita dari saudara yang pernah melakukan perjalanan menyusuri indahnya gugusan pulau di Raja Ampat. Saudaraku bercerita bahwa berada di antara pulau-pulau itu seolah ia melihat surga yang begitu indah. Dia mengatakan bahwa Papua tak pernah mengecewakan dalam memberi keindahan alam dan sumber daya.

Saudaraku bercerita lagi. Di Raja Ampat, ia melihat air laut sebening kristal. Ikan-ikan terlihat bahagia berenang diantara karang, seolah tengah bermain petak umpet tanpa ada manusia yang mengganggu. Bagi saudaraku, pasir putih yang terhampar sepanjang mata memandang telah membuat ia terpesona. Ia bermaksud akan berkunjung kembali suatu hari nanti, tentunya setelah wabah Korona ini teratasi.

Aku yang belum pernah sama sekali menginjakkan kaki ke Papua hanya mangut-mangut sembari mendengarkan dengan seksama. Muncul rasa ingin yang begitu membara untuk menginjakkan kaki secara langsung. Menghirup aroma udara kota-kota di provinsi di bagian timur Indonesia itu dan melihat dengan bangga tarian Cendrawasih yang anggun.

Beberapa waktu lalu, sebuah notifikasi email masuk ke ponselku. Ternyata, itu merupakan undangan untuk mengikuti webinar bertemakan “Wonderful Papua” yang dilaksanakan tanggal 7 Agustus 2020 via Zoom. Webinar ini merupakan kelanjutan dari even lomba blog kerjasama antara Blogger Perempuan dan Econusa yang mengundang 30 besar blogger terpilih. Waktu itu aku menulis artikel berikut "Mimpiku Bertandang ke Papua, Menyisir Kampung Hijau Tobati dan Enggros"

Dalam email tersebut, pengirim meminta konfirmasi kehadiran dan alamat untuk pengiriman souvenir khas Papua. Amboiiiii! Rasanya bahagia benar hati ini. Aku yang belum pernah bertandang ke Papua, paling tidak bisa merasakan atmosfer mengenai pulau Cendrawasih melalui souvenir yang akan dikirimkan.

Pada tanggal 1 Januari 2020, ketukan pintu mengagetkanku yang ternyata Kang Kurir. Beliau mengantarkan sebuah paket berbentuk kotak yang di dalamnya terdapat souvenir yang begitu cantik. Ada tas kain dengan corak keren, sebuah blocknote dengan corak hijau dan Kopi Wamena.

Pernah mendengar Kopi Wamena atau pernah mencicipinya? Pertama kali aku membuka souvenir dari Econusa dan Blogger Perempuan Network (BPN), aku cukup terkejut dengan Kopi Wamena yang memang belum pernah melihatnya.

Saat webinar berlangsung, Kak Jeni Karay selaku moderator di webinar “Wonderful Papua" mengatakan bahwa Kopi Wamena adalah kopi organik dimana cara menanamnya masih menggunakan cara yang tradisional. Ya, namanya saja tradisional, pastinya peralatan yang digunakan masih sederhana, pupuk yang dipakai pun alami.

Di Papua, ada dua kawasan penghasil kopi terbaik yakni Nabire dan Wamena. Nah, karena pengolahan kopi organik ini masih dilakukan secara tradisional sehingga keberadaannya belum sebanyak kopi yang biasa kita temukan di pasaran. Well, aku merasa beruntung bisa mendapat Kopi Wamena yang tumbuh di ketinggian 1200-1600 mdpl, sepanjang sisi timur Pegunungan Jayawijaya ini.

Selepas Kopi Wamena touch down ke rumah, aku segera mencicipinya. Pertama, demi menjawab penasaranku akan rasa original Kopi Wamena, aku menyeduh dengan air panas dan gula seperti biasa. Yang kedua, aku membuat campuran kopi Wamena+susu+Rempah+gula. Mantap!!

Kedua seduhannya memiliki rasa yang unik, aku bisa mendapati asam khas kopi arabika ketika meminumnya pertama kali. Tak hanya itu saja, ketika menghirup serbuk kopi, muncul aroma yang begitu enak. I like it!

Yak demikianlah pembahasanku mengenai Kopi Wamena yang menjadi souvenir spesial dari Econusa dan BPN. Dari souvenirnya aja udah kece banget. Lalu bagaimana dengan webinarnya? Tentu saja tak kalah kece dan menarik. Apalagi ada 3 narasumber inspiring yang telah membuka pengetahuanku mengenai Papua dan kekayaan hayati maupun budaya di dalamnya.

Sebelumnya aku pernah mengikuti lomba Blog “Wondeful Papua” yang diadakan atas kerjasama Blogger Perempuan Network dan Econusa Foundation. Setelah melalui tahap penjurian, terpilihlah 3 blogger yang berhak menjadi pemenang juara 1 hingga 3. Awalnya aku mengira bahwa acara sudah selesai dengan diumumkannya 3 blogger terpilih. Namun ternyata, ada acara lanjutan yang mengundang 30 blogger terpilih untuk ikut acara seminar online (Webinar) mengenai Papua.

Webinar “Wondeful Papua” dilaksanakan 7 agustus 2020 lalu via zoom mulai pukul 15.00 hingga 16.00 yang menghadirkan 3 narasumber inspiring. Mereka adalah Bapak Bustar Maitar selaku CEO Econusa, Bapak Kristian Sauyai selaku ketua Asosiasi Homestay Raja Ampat dan yang ketiga adalah Kak Alfa Ahoren selaku perwakilan anak muda Papua.

Nantinya para narasumber akan membagikan informasi seputar Papua dan segala hal berkenaan dengannya, termasuk soal Papua sebagai destinasi wisata hijau dan ecowisata di Indonesia. Tak lupa, demi melancarkan acara dan menyapa teman-teman peserta, ada Kak Jeni Karay sebagai moderator webinar. FYI, Kak Jeni merupakan Papua Social Media Influencer dan Duta Komoditas Provinsi Papua dan Papua barat lho! Jadi, beliau ini udah berpengalaman banget di dunia sosial media.

Ketika aku menjejak ke blog milik Kak Jeni, aku tertarik dengan kutipan yang beliau sampirkan di bagian about 

“Sosial media bagi saya seperti galeri pribadi: kamu bisa mengundang siapapun untuk menikmatinya"

Kak Jeni merupakan sosok yang paling aktif memotivasi anak-anak muda Papua agar menggunakan sosial media secara bijak dan produktif. Dia mengatakan bahwa milenial di Papua masih banyak yang belum skillful menggunakan sosial media, dengan adanya masalah tersebut, dia merasa tertantang untuk mengajarkan skill yang dimiliki sehingga anak-anak muda Papua bisa produktif dan punya skill eksplorasi diri.

Baiklah, sedikit bio mengenai Kak Jeni selaku moderator dari Webinar “Wondeful Papua”. Melalui webinar ini, selain aku mendapatkan beragam informasi seputar Papua berupa budaya dan keanekaragaman yang dimiliki, aku juga berkesempatan kepo lebih jauh mengenai moderator, narasumber serta para bloger peserta yang ikut.

***

Sore itu webinar dimulai dengan persiapan dan sapa menyapa dari para peserta. Demi mencairkan suasana, sebuah kuis dengan hadiah-hadiah asyik diberikan oleh Kak Jeni supaya antusias peserta kian menggebu. Kuis tersebut memuat pertanyaan-pertanyaan seputar Papua, jadi peserta yang tahu lebih banyak tentang Papua akan berkesempatan menjadi pemenang. Dan ya, aku kalah cepat untuk menjawab sehingga harus puas di rangking 13 hehe

Setelah sesi kuis berakhir, selanjutnya memasuki acara inti yakni pemutaran video dan diskusi seputar Papua bersama narasumber pertama, Bapak Bustar Maitar selaku CEO Econusa. Bagi yang kepo apa itu Econusa, itu merupakan organisasi nirlaba yang bertujuan mengangkat pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan di Indonesia dengan memberi penguatan terhadap inisiatif-inisiatif lokal.

Pak Bustar melalui Econusa berkeinginan menjembatani inisiatif-inisiatif baik dari masyarakat Papua kepada pemerintah bahkan masyarakat Indonesia. Beliau juga menjelaskan lebih detail mengenai destinasi wisata hijau sering kita dengar di media sosial. Apa sih sebenarnya makna dari destinasi wisata hijau itu?

Menurut Pak Bustar, Papua disebut sebagai destinasi hijau sebenarnya bukan berarti masih memiliki hutan yang lebat sehingga terlihat hijau. Tetapi itu kiasan bahwa ecowisata yang ada disana dikelola dengan cara yang bertanggungjawab,  mengikutsertakan peran masyarakat adat, memenuhi standar pengelolaan lingkungan serta pengunjung diwajibkan turut bertanggungjawab dalam menjaga kelestarian alam. Misalnya tidak merusak lingkungan atau membuang sampah sembarangan.

Alasan bahwa destinasi hijau ini perlu dikuatkan karena banyak hutan-hutan di Indonesia yang rusak akibat eksplorasi yang tak semestinya. Adanya destinasi hijau ini bertujuan mengajak generasi muda menjaga hutan dan alam Papua dengan cara-cara yang bijak. Apabila hutan di Papua tidak dijaga dan mengalami kerusakan, maka Indonesia tak akan memiliki paru-paru hijau lagi.

Siapapun akan setuju bahwa hutan merupakan rumah bagi mahluk hidup. Dalam hutan tidak hanya ada pohon, tetapi juga terdapat jenis tanah, tanaman lumut dan fauna yang menggantungkan hidup mereka melalui sumber daya yang dimiliki hutan. Di Pulau Papua sendiri, terdapat jenis hewan endemik yang berharga, yakni Burung Cendrawasih dan Kasuari.

Papua tak hanya bercerita tentang hutan dan kehidupan di dalamnya, tapi juga berkisah tentang keindahan laut, keramahan dan budaya masyarakat yang luar biasa kaya. Disana, kita bisa menemukan 250 lebih ragam bahasa yang digunakan masyarakat. Berbicara mengenai keindahan laut, khususnya di Raja Ampat, kita juga bisa menemukan Homestay ramah lingkungan milik masyarakat lokal lho

Nah, pembahasan mengenai Homestay sendiri bersinergi dengan narasumber kedua pada webinar, yakni Bapak Kristian Sauyai. Seperti yang kukatakan di awal, bapak Kris merupakan ketua asosiasi Homestay di Raja Ampat. Beliau sudah sangat berpengalaman dalam memberikan pelayanan yang nyaman dan ramah terhadap wisatawan.

Pak Kris menjelaskan alasan Papua sebagai ecowisata yang patut untuk dinikmati. Ada hutan yang masih asri, ada laut yang bersih dengan karang-karang yang cantik, ada gugusan pulau yang terlihat unik dan beberapa spesies Cedrawasih masih bisa dilihat di Raja Ampat seperti Cendrawasih Botak dan Cendrawasih Merah.

Menyoal Homestay, demi menghargai lingkungan, Pak Kris dan masyarakat selalu menanamkan aturan agar dalam pembangunannya tetap memperhatikan prinsip-prinsip penjagaan lingkungan. Dengan demikian, tak boleh ada masyarakat yang dengan sengaja merusak atau mengotori wilayah sekitar homestay. Meski demikian, beliau mengaku bahwa masih banyak tantangan yang dihadapi masyarakat pemilik homestay di Raja Ampat.

Homestay di Raja Ampat. Sumber Gambar : expedition engineering

Tantangan pertama, di homestay, masih kekurangan guide yang memiliki skill berbahasa asing sehingga apabila kedatangan wisatawan dari luar negeri, mereka akan kesulitan berkomunikasi. Jika tak ada komunikasi, interaksi antara masyarakat dengan wisatawan menjadi berkurang sehingga itu berimbas pada keputusan para turis untuk menginap. 

Tantangan kedua, masyarakat masih mengandalkan pembangunan secara tradisional, sehingga fasilitas jelajah laut seperti boat hingga peralatan diving masih minim. Kita tahu bahwa di Raja Ampat juga ada resort-resort yang dibangun oleh perusahaan besar sehingga memiliki fasilitas yang mumpuni. Ini menjadikan persaingan tinggi antara homestay milik masyarakat lokal.

Sebagai peserta webinar, aku cukup memahami bagaimana kondisi yang Bapak Kris dan warga lainnya hadapi. Harapannya, ada pelatihan skill berbahasa asing bagi masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka sebagai pelaku wisata. Selain itu, sebagai wisatawan dari dalam negeri sepertinya perlu membantu dengan memilih tinggal di homestay milik masyarakat lokal sehingga itu mampu menambah pendapatan agar terus berkembang.

Baiklah, setelah berbincang banyak dengan Bapak Kris sebagai Ketua  sekaligus pemilik Homestay di Raja Ampat, kemudian Kak Jeny Karay menyapa Kak Alfa Ahoren sebagai narasumber ketiga dalam webinar. Kak Alfa merupakan perwakilan anak muda Papua yang berasal dari Manokwari.

Anak-anak muda memiliki sumbangsih yang begitu besar terhadap pembangunan pariwisata Papua. Layaknya api yang menyala, anak muda seperti energi yang mampu membuat api menjadi lebih besar. Semakin banyak energi yang ada, semakin lama pula nyala api yang ada. Kak Alfa adalah salah satu energi bagi Papua. Ia mengatakan akan selalu mempromosikan keberadaan pulau cantik ini sebagai destinasi wisata melalui cara-cara khas anak muda.

Sebagai tempat wisata, banyak hal yang Kak Alfa harapkan dari para traveler, yakni tetap menjaga kelestarian alam yang dikunjungi agar tak rusak. Sebab, kerusakan yang terjadi akan berimbas pada banyak hal termasuk keberlangsungan hidup ekosistem di hutan, darat hingga laut Papua. Kak Alfa mencontohkan Pegunungan Arfak sebagai habitat bagi Cendrawasih.

Flora di Pegunungan Arfak (Sumber : video di webinar "Wonderful Papua")

Di Pegunungan Arfak, Cendrawasih masih terlihat begitu indahnya menari di atas pepohonan. Bagi Papua, hutan bukan hanya tempat hidup bagi flora dan fauna, tetapi juga manusia yang hidup disekitar hutan sehingga menjaga kelestarian itu wajib dilakukan. 

Contoh kecil menjaga alam misalnya, tidak membuang sampah sembarangan, tidak mengambil SDA di laut dan hutan dengan cara yang salah serta tetap mengindahkan aturan-aturan dalam wisata.

Ya demikianlah hal-hal berharga yang dibagikan narasumber dalam webinar “Wonderful Papua” via zoom pada tanggal 7 Agustus 2020 lalu. Sebagai orang Indonesia, kita wajib  menjaga ecowisata di Pulau Cendrawasih dengan kesungguhan sehingga tak rusak, tercemar yang pada akhirnya bisa dinikmati kealamiannya di masa depan.

Oh iya, acara ini juga bertepatan dengan Hari Hutan sedunia lho! Jadi gak heran ketika selesai acara, aku bisa melihat acara-acara lainnya berkenaan dengan hutan, berseliweran di medsos maupun youtube. Webinar pun selesai sekitar pukul 16.00 lebih. Sebelum berpamitan, Kak Jeni menyapa semua peserta dan berharap semua orang bisa diberi kesempatan berkunjung ke tanah Surga, Papua, suatu hari ini.

Aku bahagia bisa menjadi salah satu peserta yang diundang untuk mengikuti seminar virtual tersebut. Oh iya, aku dan kawan-kawan bloger juga mendapat resep kopi lho. Tentunya ini bisa jadi acuan kreasi masak memasak kita semua hehe.

By the way, terima kasih untuk BPN dan Econusa atas kesempatan berharganya. Semoga suatu hari bisa bertemu kembali, entah secara virtual ataupun melalui dunia nyata. Salam.

Kamu bisa juga saksikan keseruan webinar "Wonderful Papua" melalui video youtube dibawah ini :)


Referensi : 
  • Informasi-informasi dari webinar "Wonderful Papua" pada 7 Agustus 2020 
  • Econusa
  • Gambar thumbnail berasal dari sumber : Nativeindonesia.com
  • Beberapa gambar merupakan editan pribadi
  • informasi biodata via blog milik Jeni Karay

17 komentar:

  1. Homestay-ny aterlihat nyaman ditempati di tengah alam Raja AMpat.

    Oya .. tentang berada di antara pulau-pulau itu seolah ia melihat surga yang begitu indah ... kira-kira begitu juga yang dikatakan teman yang sering ke Papua untuk bekerja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, rata2 emang bilang gitu. Aku jadi penasaran gegara itu hehe

      Hapus
  2. Raja Ampat..salah satu destinasi impianku nih.. Duuh, ingiin sekali bisa menikmati langsung keindahan alam Papua. Semoga terwujud. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin semoga terwujud nggih Mba Mechta. Pasti ada jalan dan rezeki 😊

      Hapus
  3. Keren banget ya destinasi Papua memang begitu menggoda dan diperlukan untuk semakin banyak orang mengetahuinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak dan paling penting orang-orang juga kudu sadar mengenai menjaga alam sih

      Hapus
  4. Ngeliatnya nikmat nih kopi wamena, daku belum pernah coba. Baru dari beberapa kopi nusantara aja yang udah pernah di coba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enak banget mbak, ada rasa asam khas Arabika dan mantep banget pokoknya :D

      Hapus
  5. Papua salah satu destinasi tujuan travellingan ku nanti mba semoga aja apapun yg dihasilkn dr bmii papua bisa lbih dikenal org bnyk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamin Mbak, semoga demikian. Terima kasih sudah mampir ke blog ini.

      Hapus
  6. we must love and care about Indonesia, specialy to support Wondeful Papua and be green destination in the world

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, mencintai Indonesia memang bisa kita mulai dari mendukung hal yang baik bagi Indonesia termasuk soal destinasi hijau Papua ini :)

      Hapus
  7. Pernah dengar soal Wamena wilayah di timur Indonesia yang memiliki ragam keindahan setelah Raja Ampat. wisata alam seperti Lembah Baliem yang memanjakan mata. Ternyata juga penghasil kopi terbaik y..

    BalasHapus
  8. Barokallah ya Mbak bisa ikutan ngelive zoomnya nimba ilmu langsung tentang papua serta Econusa. Aku kelewatan nih, alhamdulilah dapet hadiah pula dari Papua langsung. Sepupuku ada yang di Papua, aku juga pengen main ke Papua kalau ada rejeki aamiin

    BalasHapus
  9. Awalnya aku ga ngeh antara burung cendrawasih dan kasuari, ternyata beda banget ya hehe... ^^

    BalasHapus
  10. Semoga ada rezekinya bisa main ke Papua

    BalasHapus
  11. tulisannya bagus banget Nurul, aku membayangkan Papua saat baca tulisan kamu. kopinya masih ada ga?

    BalasHapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam