Laman

Minggu, 23 Mei 2021

Membumikan Gaya Hidup "Zero Food Waste" dari Diri Sendiri? Yuk Gaskeuun!

Gaya hidup minim sampah makanan merupakan lifestyle ramah lingkungan yang perlu disosialisasikan dan diterapkan oleh masyarakat era kiwari. Lifestyle ini menjadi begitu penting mengingat jumlah makanan yang terbuang percuma ke bumi kian mencemaskan. 

"Setiap tahun terdapat 13 juta ton sisa makanan yang terbuang di Indonesia atau setara dengan 500 kali berat Monas dan jika di rata-ratakan, setiap orang di Indonesia membuang 300 kg sampah makanan setiap tahunnya" 
(Informasi dinukil dari website Bandungfoodsmartcity)

Jumlah sampah makanan yang mencapai jutaan ton ini begitu terasa miris mengingat masih banyak orang kelaparan hingga mengalami malnutrisi akibat tak mampu membeli bahan pangan yang layak. Terlebih di masa pandemi seperti saat ini dimana pendapatan masyarakat mengalami penurunan.

Apriadji (1986) dalam buku Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat (2010) mengemukakan bahwa pendapatan keluarga akan mempengaruhi daya beli sehingga berpengaruh terhadap status kesehatan. 

Di masa pandemi, penurunan pendapatan berpeluang menciptakan angka kelaparan, peningkatan prevalensi stunting dan gizi buruk.

Masih ingat dengan persoalan gizi buruk yang menimpa saudara-saudara kita di Kabupaten Asmat, Papua beberapa waktu lalu? Masalah tersebut sempat mencuat dan menjadi sorotan banyak pihak lantaran menyebabkan korban jiwa sebanyak 6 orang anak. 

Bayangkan, anak-anak yang seharusnya terpenuhi nutrisinya sejak 1000 HPK, harus rela menahan rasa lapar dan terhambat tumbuh kembangnya karena orang tua mereka tak memiliki cukup bahan makanan untuk dimasak. Tak heran, stunting masih menghantui negeri ini yakni dengan prevalensi sebesar 30,8%.
Berdasar laporan Global Hunger Index (GHI) tahun 2020 menunjukkan bahwa indeks kelaparan Indonesia mencapai 19,1% dimana lebih buruk dari negara Vietnam dan Filiphina. Bukankah persentase ini cukup kontradiktif dengan terbuangnya sisa makanan yang mencapai 300 kilogram per tahun?

Pada satu sisi kita menjadi bangsa yang doyan membuang makanan, tapi pada sisi yang lain masih ada orang-orang yang merasa kelaparan. Bukankah itu hal yang ironis?

Nah, bila sudah begini, apakah kita masih tega menyia-nyiakan makanan yang kita miliki dan membiarkannya membusuk dengan percuma di tanah, sungai, got atau TPA?
Kawan, berkaitan dengan fenomena terbuangnya makanan yang masih sering kita lakukan, berikut merupakan fakta-fakta yang harus kita pahami supaya kita mengubah sikap dan kebiasaan buruk kita terhadap makanan.
Munculnya angka tersebut seharusnya menjadi alarm bagi tiap individu bahwa meminimalisir terciptanya sampah makanan perlu diusahakan. Sebab, seandainya makanan-makanan itu tak terbuang mubazir, diperkirakan mampu memenuhi 28 juta penduduk.
Disadari atau tidak, terbuangnya makanan ke berbagai tempat di bumi ini bisa jadi karena kebiasaan atau sikap kita terhadap makanan. Kira-kira sikap apa saja? 

Memiliki kebiasaan Gengsi


Gengsi merupakan sifat yang natural dimiliki manusia. Namun kebiasaan gengsi inilah yang secara tak sadar memicu terbuangnya makanan. Misalnya gengsi untuk menghabiskan makanan di meja atau gengsi membawa pulang makanan yang tak dihabiskan. 

Menyoal gengsi ini, jujur saya pernah merasakannya saat acara buka bersama dengan teman di sebuah restoran. Kala itu, di piring tersisa beberapa ayam goreng dan lalapan. Entah karena alasan apa, ketika semuanya ditawari untuk menghabiskan, kami kompak bilang "kenyang". Diminta untuk bungkus pun, tak ada yang mau, malah melimpahkan satu sama lain. 

Pada akhirnya, sisa ayam itu ditinggal begitu saja di meja hingga semua orang pergi meninggalkan restoran. Jujur, saat mengingat itu saya menyesal. Kenapa sih gak dibawa pulang saja. Toh dimakan di kosan pada saat lapar kan bisa. Kenapa sih harus gengsi untuk memakan sesuatu ketika tengah berkumpul, minimal membungkusnya?

Serakah atau Lapar mata


Serakah disini lebih pada kebiasaan mengambil makanan tak sesuai kapasitas perut. Coba deh ketika kamu berada di acara kondangan yang menyediakan menu prasmanan atau All you can eatSaking banyaknya makanan yang tersedia, muncul keinginan untuk mencicipi semuanya.
Prasmanan, ambil makan secukupnya saja (Dokumentasi Pribadi)
Ambil makanan secukupnya agar tidak mubazir (Dok.Pri)
Permasalahannya, beberapa kali ditemukan, masih ada sisa makanan di piring yang masih layak makan tetapi tak dihabiskan karena kekenyangan. Sikap serakah seperti ini, kerap membuat makanan-makanan terbuang percuma. 

Berperilaku Boros


Perilaku boros mampu memunculkan potensi Food Waste. Mengapa? Karena kita tidak menggunakan bahan makanan secukupnya tetapi cenderung berlebihan. Boros di sini misalnya memasak tanpa perhitungan. Jumlah anggota keluarga 4 orang tetapi porsi yang dimasak 6 orang.
Belanja pun tak boleh berlebihan agar tidak mubazir (Dok.Pri)
Biasanya pemborosan ini terjadi ketika bulan puasa. Kita cenderung memasak banyak tetapi pada akhirnya tak dihabiskan karena kekenyangan, apalagi di hari pertama puasa (pengalaman pribadi). Apakah kamu memiliki pengalaman yang sama?

Kurang peduli dan minim empati


Makanan yang kita konsumsi berasal dari proses panjang yang melibatkan banyak pihak mulai dari proses penanaman, pemeliharaan, panen, pengolahan, pengemasan, distribusi hingga dijual ke konsumen.

Ada kerja keras petani, pedagang, buruh gendong, sopir pengantar, dan banyak profesi lain dalam proses produksi bahan pangan tersebut. Kurangnya rasa peduli dan empati pada kerja keras mereka membuat kita mudah menggampangkan makanan yang kita konsumsi.

Padahal bila kita memahami betapa sulit dan kerasnya tantangan memproduksi bahan pangan, kita akan lebih menghargai makanan walau hanya secuil jumlahnya.

Sudah saatnya kebiasaan dan sikap buruk itu kita ubah menjadi sebaliknya. Apalagi bila kita memahami bahwa kebiasaan Food Waste bisa mengancam masa depan bumi.
Berdasar informasi dari FAO yang dinukil dari Bandung Food Smart City, jumlah sampah makanan yang terakumulasi dari penduduk dunia bisa mencapai 1,6 milyar ton dimana 1,3 milyar ton merupakan makanan yang masih layak konsumsi. Sedangkan di Indonesia sendiri ada 13 juta ton pertahun sampah makanan.
Food waste atau sampah makanan bukan hanya berdampak secara sosial dan ekonomi saja, tetapi juga bagi lingkungan. Masa depan bumi ini bisa terancam apabila keberadaan sampah makanan ini terus meningkat. Nah, bagi yang belum tahu seperti apa pengaruh sampah makanan bagi lingkungan dan bumi, berikut uraiannya.

Membuang Pasokan Air


Saat memproduksi bahan makanan melalui pertanian, peternakan dan perkebunan pastinya membutuhkan volume air yang tak sedikit. Data dari FAO menunjukkan bahwa dibutuhkan air sebanyak 250 km³ pertahun atau setara dengan luas Danau Toba untuk memproduksi 1,3 milyar ton makanan yang terbuang. Ini jelas mengerikan sih! 

Padahal kita tahu bahwa di Indonesia sendiri masih banyak wilayah yang kekurangan air bersih. Tapi sebanyak 250 km³ justru terbuang sia-sia akibat perilaku food wasteSaat terjadi Food Waste berarti semua energi dan air yang telah digunakan untuk pertumbuhan, pemanenan, pengangkutan, dan pengemasan juga terbuang sia-sia. 

Menghabiskan lahan


Selain menghabiskan volume air, memproduksi bahan makanan juga membutuhkan lahan yang luas. Bila ada sampah makanan di dunia mencapai 1,6 milyar ton, itu berarti lahan yang digunakan untuk memproduksi bahan makanan tersebut sia-sia. Sekitar 1,4 milyar lahan tergunakan percuma (sustaination.id) 

Padahal kita tahu, untuk membuka lahan pertanian, perkebunan hingga peternakan perlu membabat hutan. Kalau perluasan lahan terus dilakukan demi membuka lahan untuk industri pangan, memungkinkan terjadi deforestasi lebih luas. Food waste menyebabkan deforestasi dan memicu perubahan iklim

Mengancam Keanekaragaman Hayati


Memperluas lahan pertanian berarti membabat hutan. Bila membabat hutan berarti keanekaragaman hayati bisa terancam. Sudah berapa hektar hutan yang gundul karena pembukaan lahan. Padahal, hutan merupakan habitat bagi keanekaragaman hayati. Jelas, sampah makanan secara tidak langsung mengancam eksistensi keanekaragaman hayati.

Mengeluarkan Gas Metana (CH⁴)


Sampah makanan yang membusuk menimbulkan gas yang disebut metana (CH⁴). Gas Metana mengancam atmosfer bumi karena ia sama bahayanya dengan gas rumah kaca yang lain. Gas Metana yang terakumulasi bisa memicu terjadinya global warming dan perubahan iklim. Sudah tahu kan bahwa perubahan iklim saat ini menjadi problematika pelik yang dibahas seluruh negeri?

Gas Metana merupakan salah satu penyebab pemanasan global. Bahkan, ia  berpotensi lebih besar dibanding karbon dioksida (CO2). Gas Metana memiliki nilai Global Warming Potensial (GWP) 21 yang berarti setiap molekulnya bisa memanaskan 21 kali lipat dari molekul karbondioksida (Berdasar Kompas).

Gas metan juga memicu ledakan bila bertemu dengan percikan api. Tak heran, dulu pernah ada kasus ledakan di TPA Leuwigajah yang menyebabkan 157 orang meninggal akibat tertimbun sampah. Diduga, ledakan itu disebabkan oleh konsentrasi metan pada sampah yang menumpuk. Sungguh tragedi yang mengerikan.

Berkenaan dengan kebiasaan waste food, bayangkan bila sumber daya air, keanekaragaman hayati hingga hutan mengalami kerusakan karena pembukaan lahan untuk memperluas produksi pangan. Bumi tak lagi memiliki sumber daya untuk memperkaya ekosistem. 

Padahal, keberadaan hutan sendiri berfungsi sebagai paru-paru dunia. Terbuangnya makanan, secara tidak langsung membuat fungsi hutan menjadi sia-sia. Belum lagi ketika berbicara gas metana yang timbul akibat pembusukan sampah makanan.

Ketika gas metana terakumulasi secara kontinyu di udara, itu bisa memicu terjadinya global warming serta perubahan iklim. Sedih merasakan makanan-makanan di meja kita berubah menjadi senjata perusak bumi. 
Masalah yang ditimbulkan sampah makanan memang cukup kompleks karena menyentuh ranah sosial, ekonomi hingga lingkungan. Tak heran, muncul gerakan bernama Bandung Food Smart City.
Kebiasaan serta perilaku yang rentan memunculkan food wasting mungkin saja terjadi karena kurangnya pengatahuan masyarakat mengenai Food Waste dan penanganannya. Maka dari itu, perlu ada edukasi mengenai itu semua. Diharapkan, gerakan semacam Bandung Food Smart City bisa menginisiasi kota lainnya di Indonesia untuk meminimalisir sampah makanan.


Nah, berkenaan dengan permasalahan perilaku buruk kita dalam memperlakukan makanan, berikut solusi yang bisa dilakukan mulai dari diri sendiri, supaya kita mampu meminimalisir pembuangan sampah makanan mulai dari rumah. 

Alhamdulillah, saya sudah mulai menerapkan lifestyle zero food waste sejak 3 tahun belakangan yakni semenjak pulang ke kota tercinta, Pekalongan. 
Yap, demikianlah edukasi mengenai sampah makanan dan beberapa kontradiksi yang menaunginya. Semoga selanjutnya kita bisa menghargai makanan layaknya emas sehingga tak mudah menyia-nyikannya. 

Yang perlu kita ingat, masih banyak orang mengalami kelaparan, gizi buruk dan stunting karena tak bisa mencukupi kebutuhan pangan. Dengan mengedepankan empati dan penghargaan kita pada makanan, Yuk gaskeuuun, membumikan gaya hidup zero food waste dimulai dari diri sendiri!! 

Referensi : 
  • https://bandungfoodsmartcity.org
  • Instagram Bandung Food Smart City
  • Desain Pribadi dengan bantuan gambar dari freepict. 
  • https://journal.ugm.ac.id/jcoemph/article/download/39235/25675
  • https://tirto.id/darurat-sampah-makanan-di-indonesia-f3Yn
  • https://lokadata.id/artikel/indeks-kelaparan-indonesia-lebih-buruk-dari-vietnam-dan-philipina
  • https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/30/untuk-pertama-kali-tingkat-kelaparan-indonesia-masuk-kategori-moderat
  • https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH/issue/viewFile/79/17
  • https://banjarmasin.tribunnews.com/2017/09/06/waspada-gas-metana-ternyata-mampu-memanaskan-bumi-21-kali-lipat-dari-co2.

31 komentar:

  1. Dulu, papa mamaku slalu marah kalo aku berani makan tp ada sisa. Even cuma sedikit. Hrs bener2 bersih. Papa dulu slalu bandingin Ama orang2 yg ga mampu, makan aja sulit dll. Aku inget pas aku msh sekolah itu, pasti sebel tiap diomelin Ama mereka soal makanan sisa.

    Tapi pas udh ngerasain punya anak, cari duit , baru berasa yg dibilang mereka dulu beneeer banget. Aku sendiri marah kalo anakku sampe nyisain makanan mba. Pasti itu lgs aku ajakin nonton ttg kelaparan di Somalia, biar mereka liat gimana anak2 di sana susah banget mau makan.

    Aku juga nerapin , makanan yg bersisa di hari itu, berarti besok asisten ga usah masak. Abisin dulu yg sisa, baru mikir masak apalagi.

    Konsep AYCe jujurnya aku makin ga bisa. Nth kenapa makin berumur, kemampuan lambung juga makin nyusut. Makan dikit, lgs berasa kenyang. Jadi aku prefer mesen menu ala carte drpd AYCe. Kalopun terpaksa AYCe, aku cari yg murah aja, JD ga berasa rugi kalo makan dikit :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya bener Mbak. kalau udah tahu susahnya nyari uang biasanya kita jadi lebih menghargai makanan. Aku pun begitu. Tiap kali masak-masak, pasti aku selalu kasih saran ke orang tua biar membuatnta secukupnya aja, termasuk soal belanja :D

      All you can eat gak papa sih Mbak asal dihabiskan aja hihi
      Makasih sudah hadir di blog ini :D

      Hapus
    2. Ishhh samaaaaa kayak mb Fani

      Aku udah ngga bs AYCE nih.
      Kapasitas lambung mengkerut seiring pertambahan usia


      Tapi gpp, yg penting sehaattt daN say NO utk kemubadziran yaaa

      Hapus
    3. Iya mbak yang penting sehat :)
      Kalau All you can eat gapapa sebenarnya asal keluarganya banyak dan doyan makan hihi

      Hapus
  2. Setuju banget sih sama konsep zero food waste, di belahan dunia lain masih banyak yang kekurangan makanan :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak, sedih banget kan ngelihatnya. Di Indonesia sendiri masalah stunting dan kurang gizi juga masih jadi momok menakutkan :(

      Hapus
  3. memberesi mental manusia sedunia susah banget mbak. tapi aku apresiasi tulisan ini, semoga bisa menggugah byk org. dan menang;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya minimal dari diri sendiri kak. Kalau mengurus ke orang lain gak akan bisa berubah kecuali kesadaran dari diri. Terima kasih sudah mampir :)

      Hapus
  4. aku malah gagal fokus ...hahahha gara-gara melihat Kakak Ardian dan para blogger Jogja lain dalam foto..hihihi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha iya mbak. Salah satu contoh even yang menggunakan sistem prasmanan. Makanya tak buat contoh. Huhuhu jadi kangen ikutan even blog lagi di Jogja :(

      Hapus
  5. Wah, udah beberapa kali baca artikel tentang ero food waste dan sampe sekarang masih surprised ternyata dampaknya buruknya besar juga ya. Dari semua solusi yang ditulis, aku sendiri tanpa sadar udah menerapkan beberapa poin huhu, semoga setelah ini bisa berkontribusi lebih banyak dalam menjaga bumi dari kebiasaan Food Waste, mulai dari diri sendiri dulu kan ya:')

    Btw, gerakan Bandung Food Smart City ini keren banget! Di tempatku belum ada, semoga kedepannya ada gerakan kayak gini juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Kudu dimulai dari diri sendiri sih kebiasaan zero waste food itu. Soalnya kalau kita ngoprak-ngoprak orang tanpa pembuktian ya boong juga sih. Minimal udah melakukan hari kecil kayak ngabisin makanan dan ambil makanan secukupnya.

      Terima kasih sudah mampir ya mbak Novi. Salam kenal dan salam hangat :)

      Hapus
  6. Bagus nih movement yang dilakukan melalui Bandung food smart city. emang harus dari diri sendiri deh dibiasakan perilaku yang baik, termasuk makan dan masak secukupnya saja agar tidak banyak2 membuang makanan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, emang kudu cermat sih dari kitanya. Soalnya kalau gak gitu riskan buang makanan sisa begitu aja. Mending kalau ada hewan ternak bisa dikasihin

      Hapus
  7. Aku nggak tahu nih di kotakh udah ada gerakan serupa ini apa belum, tapi menarik buat ditelusuri buat ikutan bergerak.
    Btw, kalai di rumahku cenderung masak seperlunya aja karena anggota dikit. Kalau nggak habis dipanasin terus sampe habis 😂 meski itu jarang terjadi. Paling sambel yang bikin banyak, itu pun disimpam di kulkas dan untuk waktu lama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau sambel iya sih mbak, bisa untuk nangis. Nah, kalau yangbsayur itu wkwkw
      Ada yang kalau dipanasin malah gak sehat. Dilema kan jadinya 😅
      Tapi selama kita cermat masak secukupnya, ambil makanan sesuai porsi perut, InshaAllah aman sih hehe

      Hapus
  8. Zero waste food tuh nggak gampang juga bagi para emak-emak, apalagi yang biasa food preparation. Pengennya sayur tuh ga ada yang busuk kalau ditempatin di kulkas, ga taunya ada beberapa sayur yang nggak bisa disimpan lama di kulkas. Solusinya ya kudu dimasak di awal minggu supaya masih bisa dikonsumsi keluarga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget mbak. Kita kudu cermat banget soal bahan makanan dan makanan yg udah dimasak. Kadang disimpan di kulkas juga gak njamin bakal awet bahan makanannya

      Hapus
  9. Gaya hidup minim sampah makanan dimulai dari menghabiskan semua makanan yang diambil di piring hihi.. aku menerapkan ini sih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kudu diterapkan dari dasar. Keren Mas Unggul udah nerapin. Masih banyak soalnya mas yang ngambil makanan banyak, eh gak dihabisin donk. Kan mubazir karena akhirnya bakal dibuang begitu aja. Syedihhh

      Hapus
  10. Benar sekali kita harus menghargai makanan. Bersyukurlah, karena masih banyak orang di luar sana yang tidak bisa makan enak seperti kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yap, demikianlah mas. Kalau dibandingkan dengan yang gak beruntung di luaran sana, harusnya jadi bahan pertimbangan supaya kita gak mudah buang makanan.

      Hapus
  11. Benar juga ya mba, kadang kita tanpa sadar malah membuang2 makanan yang nggak sesuai dengan porsi kita karena lapar mata ini. Sedangkan di belahan bumi lainnnya, masih banyak yang mengalami kelaparan. Terima kasih sudah mengingatkan kita semua melalui tulisan ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mbak. Kita saling mengingatkan ya karena tujuan artikel ini memang untuk edukasi hehe
      Makasih sudah mampir :)

      Hapus
  12. Iya nih..waktu ke TPA Degayu aku kaget..sampai membukit begituuu.. hiks.. Takut juga klo terjadi musibah di TPA ini seperti pernah terjadi di tempat lsin. Trmksh tips2nya Rul..insya Allah kita juga mulai berperan kurangi sampah di rumah kita ya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mbak Mechta, kita saling memgingatkan nggih :)

      Hapus
  13. buang-buang makanan selain bisa mubadzir juga bisa mencemari lingkungan ya ternyata. itulah hikmah perintah supaya gak mubadzir makanan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget Mbak Molzania, ada hikmah dibalik kita dilarang biang makanan sembarangan :)

      Hapus
  14. Kadang suka makan all you can eat bener-bener ampunnn khilaf. Tapi sekarang mulai mengontrol buat nggak ambil makanan sebelum yang dimakan bener-bener habis. Efeknya buruk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya kan? Kalau Allah you can eat atau prasmanan kadang bikin laper mata ya Kak. Aku pernah ngerasain juga soalnya hehehe

      Hapus
  15. Mantulll

    Yuuk mulai sekarang kita terapkan gaya hidup yang lebih baik dengan nggak nyampah saat makan

    Semua bisa dikonsumsi, baik oleh kita sendiri maupun oleh dekomposer
    Dijadiin pupuk aja kalo nyisaaa, jangan nyampahhh

    BalasHapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam