Laman

Senin, 06 Mei 2024

Dari Warung Nasi hingga Pedagang Donat, Mendengar Keresahan Soal Kenaikan Harga Barang

Mie ayam di warung sederhana dekat rumah (dok.Pri)

"Besok sepertinya saya gak jualan dulu Mbak. Soalnya harga bawang merah dan putih lagi mahal, cabai juga, nanti nunggu harga turun dikit"

Kata-kata tersebut melesat begitu saja dari Mbah Darmi. Mbah Darmi merupakan salah satu penjual nasi campur yang berada dekat rumah. Biasanya beliau buka sekitar pukul 4 sore. 

Tiap sore, saya atau adik akan bersemangat menuju tempat makan, yang terletak di pinggir jalan itu. Warung sederhana milik Mbah Darmi telah berjasa membuat kenyang para pelanggannya. 

Pelanggannya pun bermacam-macam, mulai dari perawat rumah sakit, para pedagang, warga biasa seperti saya, hingga tukang becak. Para pelanggan selalu datang berkunjung untuk sekadar ngopi, ngobrol hingga makan. 

Selain ramah kantong, lauk yang dijual Mbah Darmi sangat enak serta variatif. Wajar bila pukul 7 malam, beliau sudah kukut alias tutup karena barang dagangannya ludes. 

"Loh Mbah, saya besok mau makan apa kalau anda tidak berjualan?"

Tanya seorang bapak penarik becak berusia 50 tahunan yang duduk di sebelah saya. Si bapak sejak tadi makan dengan tenang. Namun, mendengar Mbah Darmi mengatakan bakal libur jualan, ia pun bertanya.

Menjawab si bapak, Mbah Darmi hanya tersenyum tipis. Sambil membungkus lauk-pauk yang saya beli, Mbah Darmi menjawab. 

"Lha gimana ya pak. Sekarang harga barang naik semua. Bumbu basah seperti bawang merah, bawang putih, dan cabai naik. Kalau kayak gini terus, saya gak akan dapat keuntungan kan! Maka dari itu mau libur dulu"

Saya yang sedari tadi menunggu semua lauk-pauk masuk ke kantong plastik hanya diam dan mendengarkan saja percakapan keduanya. 

Bagi pedagang kecil seperti Mbah Darmi, kenaikan harga bumbu dan bahan-bahan makanan sangat berpengaruh terhadap jadwal berjualan. 

Jika harga bumbu dan bahan makanan masih bisa dijangkau, beliau akan tetap buka lapak. Namun bila kenaikan harga cukup tinggi, beliau akan libur berjualan.

Sebelumnya, Mbah Darmi pernah berbagi keresahan soal kenaikan harga beras. Ketika harga beras naik, beliau tetap berusaha menjual nasinya dengan harga normal.

Mau bagaimana pun, rata-rata pembeli di warung Mbah Darmi merupakan masyarakat kecil. Misalnya pedagang keliling atau penarik becak yang biasa mangkal di jalanan dekat rumah.

Tak mungkin jika nasi lauk yang biasanya berharga Rp 5000 per piring menjadi Rp 7000 per piring. Bila harga dinaikkan, dikhawatirkan pelanggan Mbah Darmi memilih makan ke warung lain.

Demi menghindari itu, wanita berusia 66 tahun tersebut memilih libur jualan sampai harga bahan makanan bisa turun sedikit. Hal ini supaya beliau tak kesulitan dalam menentukan harga jual nasi dan lauk-pauknya.

Hampir sama dengan Mbah Darmi, cerita keresahan soal kenaikan harga barang juga dialami pedagang donat keliling yang biasa lewat.

Pedagang donat itu bernama Pak Ramli. Sembari mengambil donat yang saya pilih, mulanya beliau bercerita mengenai alasan beberapa hari tak berjualan, yang ternyata karena si istri sakit. Kemudian, cerita beralih pada pembahasan harga bawang merah dan bawang putih yang merangkak naik.

Sementara istri sakit, beliau menggantikan berjualan Soto Tauto tiap sore. Menurut Pak Ramli, ketika harga bawang merah, putih, dan beras naik, rasanya cukup kesulitan menentukan harga untuk seporsi soto beserta nasi.

Regane opo-opo saiki isih larang, Nduk. Beras lan bumbon utamane. Neg ngene terus. Arep mudhak rego soto tapi ra tego karo sing tuku. (Harga sekarang serba mahal Nak. Beras dan perbumbuan terutama. Mau menaikkan harga soto tapi gak tega sama pembeli)

Ada dua pilihan yang bisa diambil Pak Ramli, yakni menaikkan harga soto atau mengurangi isi soto, namun masih dengan harga yang sama. Nah, Pak Ramli ini memilih tak menaikkan harga tetapi mengurangi isian soto per porsinya.

Pun dengan jualan donatnya. Ketika harga terigu, telur dan gula naik. Pak Ramli merasa cukup kelabakan. Akhirnya, beliau memilih untuk tak berjualan sementara waktu. Ini demi meminimalisir risiko menaikkan harga yang berimbas pada daya beli turun. 

Seandainya harga terigu, telur maupun gula tak kunjung turun, maka dengan terpaksa beliau menaikkan harga jual per donat yang semula Rp 2000 menjadi Rp 2500 per buah.

Bagi pedagang kecil seperti Mbah Darmi dan Pak Ramli, kenaikan harga barang, sangat berpengaruh dalam menentukan harga jual dagangan. 

Contohnya ketika harga beras naik, baik Mbah Darmi maupun Pak Ramli kesulitan untuk menentukan harga nasi yang akan dijual nantinya. 

Dilema rasanya karena jika mereka ikut menaikkan harga, maka pembeli juga akan keberatan karena rata-rata pembeli merupakan kelas menengah kebawah. 

So, sampai kapankah (inflasi) kenaikan harga-harga barang ini bakal terus terjadi?

Beberapa waktu ini, saya sendiri sangat merasakan dampak dari kenaikan harga barang. Uang Rp 100.000 yang biasanya mampu untuk membeli banyak produk, kini hanya beberapa produk saja. 

Waktu ke pasar untuk membeli beberapa bumbu dan sayur, saya hanya bisa membawa pulang beberapa jenis saja. Lha gimana, harga bawang merah per kilo Rp 54.000 dan harga bawang putih per kilo Rp 45.000.

Nah, dari sini jelas kan kalau uang Rp 100.000 cuma bisa buat beli dua jenis bumbu saja. Padahal biasanya, saya bisa beli bawang merah, bawang putih, cabai, tempe dan beberapa jenis sayur. Pantas banyak netizen di media sosial juga mengeluh soal kenaikan harga beberapa waktu ini.

Masalahnya? Pendapatan tetap, tapi harga barang kebutuhan naik. Hal ini yang membuat tiap orang harus mengencangkan sabuk pengeluaran, lebih berhemat pembelian. Apakah kamu juga merasa sama?

Perlu diketahui, warung nasi padang Rp 10 ribuan juga sudah mulai mengubah harga menjadi Rp 12 ribuan. Waduh, waduh, anak kosan super irit sepertinya ikut menjerit melihat perubahan tersebut walau cuma naik Rp 2000.

Melihat itu, saya hanya berharap bahwa kenaikan harga barang, terutama bahan makanan bisa lebih ditekan oleh pemerintah. Sebab, situasi ini sangat merugikan masyarakat kecil.

***

Baiklah, itu dia beberapa keresahan yang dibagikan oleh Mbah Darmi dan Pak Ramli mengenai kenaikan harga barang akhir-akhir ini. Jelas, sebagai pedagang kecil, mereka membutuhkan tindak lanjut dari segenap pihak, terutama pemerintah yang mengatur ekonomi negara.

Semoga, kenaikan harga barang bisa diredam, terutama untuk sembako dan produk-produk pertanian melalui berbagai inovasi yang diusahakan oleh berbagai pihak.

Akhir kata, salam hangat dari Nurul Mutiara R A

3 komentar:

  1. Jadi dilema, mau jualan tapi bahan bakunya pada naik. Kalo nggak jualan, nggak dapat uang. Rakyat kecil makin bingung. Belum ada solusi atas kenaikan harga sembako ini ya...

    BalasHapus
  2. Kenaikan harga yang ga dirasakan oleh konsumen, yang meraskaan emang produsen. KEbanyakan pedagang kecil yang harga dimana-mana semakin naik. Semoga kita selalu diberikan banyak rejeki

    BalasHapus
  3. Kakak tinggal di kota mana? Harga nasinya murah banget ya masih 5.000/piring.

    Ternyata gak hanya IRT yang pusing ya tapi juga para pedagang makanan. Semoga harga bawang dan bahan mentah lain bisa stabil kembali.

    BalasHapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam