Laman

Minggu, 05 November 2023

QRIS Cross-Border : Dari Menyelaraskan Asa hingga Mengikat Simpul Ekonomi ASEAN

Gambar 1. Pak Supoyo bersama salah satu pengunjung (Dokumentasi Pribadi)

Lima mobil Volkswagen Safari melesat cepat menuju salah satu dusun di Kecamatan Borobudur. Terlihat beberapa penumpang di atasnya asyik memainkan ponsel, mereka menggerakkan lensa kamera untuk memotret pemandangan sepanjang perjalanan menuju dusun bernama Klipoh.

Tak berapa lama, lima mobil itu berhenti di halaman rumah berpendopo kayu dengan nuansa Joglo. Di sana, terlihat ratusan gerabah tertata rapi mulai dari yang berukuran mini hingga sebesar anak balita. 

“Monggo monggo, silahkan bisa pinarak (duduk) disini. Nanti teman-teman bisa bergantian membuat gerabah, selebihnya bisa mendengarkan saya bercerita mengenai gerabah di Dusun Klipoh”

Seorang bapak dengan wajah semringah datang menyambut para tamu. Ia terlihat bersahaja memakai pakaian lurik dan sarung batik berwarna putih. Namanya Supoyo. Lelaki itu merupakan pemilik usaha gerabah bernama Arum Art sekaligus inisiator berdirinya Desa Wisata Klipoh yang terkenal di Magelang. 

Supoyo menuturkan bahwa kerajinan gerabah telah diwariskan secara turun temurun sejak 300 tahun lalu. Tiap perempuan memiliki skill memahat hingga membakar gerabah yang diturunkan dari orang tua mereka. Hampir 75 persen warga merupakan perajin dan semuanya perempuan. 

Mulanya, tak terpikir di benak Supoyo bahwa dusunnya bakal menjadi lokasi wisata edukasi. Suatu hari di tahun 2004, beberapa turis asing berkunjung dan meminta diajarkan membuat gerabah. Ia dan tetangganya sempat kebingungan.

Waktu itu ada bule yang datang dan minta diajarkan membuat gerabah. Mereka terlihat antusias. Tapi, karena kami belum ada persiapan, akhirnya diajarkan seadanya bahkan kami tak bisa memberikan oleh-oleh produk”

Melihat itu sebagai peluang, akhirnya ia dan beberapa perangkat dusun melakukan musyawarah. Pada tahun 2004 akhir, dibuatlah paket wisata edukasi. Nantinya, turis yang datang bisa belajar membuat gerabah dan membawa pulang produk buatan mereka sendiri.

Gambar 2. Turis asing yang sedang belajar membuat gerabah (Dok.Pribadi)

Bicara soal gerabah, sampai saat ini, usaha tersebut telah memberi pundi-pundi Rupiah bagi Supoyo dan warga sekitar. Harga gerabah berada pada kisaran Rp 2000 hingga Rp 3000.000, bergantung ukuran serta level kesulitan. 

Biasanya, para pengrajin akan dibayar secara bagi hasil. Semakin banyak gerabah yang dijual, semakin besar pula pendapatan yang didapat. 

Bila wisata sedang ramai, para turis akan berkunjung ke Dusun Klipoh. Itu berarti produksi gerabah akan meningkat. Meski begitu, usaha gerabah sempat mendapat hantaman keras di awal-awal terjadinya pandemi. 

Semenjak pemerintah memberlakukan PSBB dan WFH, turis domestik maupun asing tak ada lagi yang datang. Imbasnya, terjadi penurunan permintaan yang bermuara pada penurunan pendapatan. Sakit memang. Tapi itulah kenyataan pahit yang harus diterima pengrajin gerabah di Dusun Klipoh.

Gambar 3. Macam-macam gerabah yang tersedia di Arum Art (Dok. Pribadi)

Tak ingin terus terpuruk, Supoyo mulai memanfaatkan jurus jitunya, yakni mempromosikan gerabah secara online via media sosial. Ternyata, usaha tersebut bernilai positif, banyak permintaan datang dari konsumen di luar Magelang. 

Lelaki berusia 52 tahun itu mengatakan bahwa pot bunga hingga wastafel tanah liat laku keras. Menurutnya, ini berkaitan dengan meningkatnya hobi menanam tanaman di rumah saat PSBB diberlakukan.

Digitalisasi membantu UMKM dan Konsumen

Usaha gerabah Arum Art adalah salah satu contoh UMKM yang telah memanfaatkan platform digital sebagai sarana promosi dan transaksi. Mereka menawarkan produk via media sosial dan memanfaatkan pembayaran digital menggunakan smartphone.

Arum Art sudah menyediakan QRIS untuk pembayaran. Dengan begitu, pengunjung yang tak membawa uang tunai, bisa membayar produk menggunakan dompet digital. Tinggal buka aplikasi dompet digital atau e-banking, scan QR Code dan bayar.

Gambar 4. QRIS yang tersedia di Arum Art untuk pembayaran non tunai (Dok. Pribadi)

Digitalisasi telah membawa angin segar bagi pariwisata dan UMKM. Perlu diketahui bahwa 98% usaha Indonesia ditopang oleh UMKM dimana sektor ini menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61%, atau senilai dengan Rp9.580 triliun.
 
Demi meningkatkan perekonomian, kualitas dalam bertransaksi pun harus sejalan dengan perkembangan teknologi. Tak heran, dibuatlah standar pembayaran bernama QRIS oleh Bank Indonesia untuk memudahkan konsumen maupun pemilik usaha saat bertransaksi. 

Berdasar data dari Bank Indonesia, hingga Maret 2023, tercatat pemilik usaha yang menggunakan QRIS sebesar 25,4 juta, sedangkan angka pengguna mencapai 32,41 juta yang menyumbang nilai transaksi sebesar Rp 15,37 Triliun.

Saat ini, semua pihak tengah berupaya memperkuat perekonomian kawasan melalui potensi-potensi yang tersedia. Indonesia memiliki potensi pariwisata dan UMKM yang renyah untuk didongkrak. Terlebih, potensi pariwisata Indonesia juga didominasi oleh turis dari negara-negara ASEAN.

Demi mempermudah transaksi di kawasan ASEAN, Bank Indonesia bekerjasama dengan 4 Bank Sentral dari negara Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina mulai mengembangkan penggunaan mata uang lokal atau Local currency transaction (LCT). 

Mengapa dikatakan mempermudah? Perlu diketahui sebelum penerapan LCT, tiap negara harus menukarkan uang dalam bentuk dolar AS terlebih dahulu agar mendapatkan mata uang negara lain. 

Contohnya, Slamet hendak berbisnis kain ke Thailand, maka Slamet harus menukarkan uang rupiah terlebih dahulu ke money changer. Alurnya seperti ini, rupiah ---> dolar AS ---> bath. Sebaliknya, jika wisatawan Thailand akan berbisnis ke Indonesia, ia harus mengkonversi bath ke dolar AS terlebih dahulu. 

Adanya mekanisme tersebut membuat permintaan dolar AS pun meroket sehingga berpotensi menciptakan ketergantungan. Bermaksud mengurangi dependensi terhadap dolar AS, diterapkanlah LCT. 

Dengan begini, tiap negara bisa bertransaksi secara langsung lewat mata uang lokalnya. Di Indonesia, standar pembayaran yang dipakai bernama QRIS Cross-Border.
Berdasarkan data di atas, bisa dilihat bahwa rata-rata angka wisatawan dari ASEAN cukup besar. Malaysia masih menjadi negara nomor wahid dengan jumlah 1,2 juta kunjungan. 

Diaplikasikannya pembayaran lintas batas negara, diharapkan wisatawan asing yang datang dipermudah sehingga tak perlu lagi bersusah payah menukarkan uang ke money changer.

Sebaliknya, wisatawan Indonesia maupun pekerja migran yang ada di negara mitra ASEAN bisa langsung memanfaatkan pembayaran menggunakan QRIS Cross-Border saat hendak berbelanja, memesan penginapan hingga transportasi. Mereka tinggal memindai QR Code yang disediakan dan bayar menggunakan smartphone.

Menyelaraskan Asa


Asa bergolak tatkala Indonesia didaulat sebagai tuan rumah dalam KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo. Mengusung tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth, ini dimaksudkan untuk menjadikan ASEAN sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi, terlebih sumbangsih PDB ASEAN di kancah global juga tak bisa disepelekan.

Pada keketuaan ASEAN, Indonesia berkesempatan unjuk diri dengan memperkenalkan berbagai program untuk memperkuat integrasi ekonomi. Salah satu upaya yang dicanangkan lewat Bank Indonesia adalah menyelaraskan asa menggunakan Cross-Border Transaction berbasis LCT (mata uang lokal).

Keuntungan implementasi Cross-Border Transaction, industri besar, UMKM, konsumen, serta pemerintah bisa melakukan ekspansi bisnis secara mudah ke beberapa negara mitra di kawasan ASEAN seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina.


Tahun 2025, diproyeksikan bahwa transaksi digital di kawasan Asia Tenggara menembus angka USD 1 triliun (Rp 15.300 triliun). Semua bisa mewujud karena penggunaan layanan teknologi finansial yang kian inklusif. Semua orang bisa bertransaksi bahkan untuk masyarakat yang belum tersentuh bank (unbankable).

“Siapa yang akan diuntungkan jika implementasi Cross-Border Transaction dilakukan menyeluruh di kawasan ASEAN atau negara lainnya?”

Jawabannya, setiap orang yang memanfaatkan transaksi digital lewat pembayaran lintas batas. Bayangkan bila Indonesia hendak mengekspor komoditas unggulan ke Malaysia atau Thailand, pembayaran bisa langsung dilakukan tanpa harus mengkonversi dalam bentuk dolar AS. Tentu ini memudahkan, bukan?

Mengikat Simpul Ekonomi 


Ketergantungan negara ASEAN terhadap dolar AS dalam transaksi keuangan, menimbulkan kerentanan terhadap stabilitas ekonomi. Nilai dolar yang naik turun berisiko menggoyahkan daya tahan ekonomi negara ASEAN. Terlebih, saat ini dunia tengah menghadapi gejolak akibat geopolitik dan perubahan iklim.

Dedolarisasi menjadi salah satu upaya bertahap yang tengah diusahakan beberapa negara termasuk Indonesia agar dependensi terhadap dolar AS bisa dikurangi. Dengan begitu, naik turunnya nilai dolar tak terlalu berpengaruh pada ekonomi dan keuangan negara di ASEAN.

Dalam mewujudkan itu, kehadiran QRIS Cross-Border menjadi sangat penting. QRIS Cross-Border bukan semata-mata digunakan sebagai alat transaksi saja. Lebih dari itu, ada tujuan lainnya yakni mengikat simpul-simpul ekonomi di negara ASEAN agar lebih kuat.

Editan pribadi
Saat ini, negara yang terintegrasi dengan Cross-Border Transaction memang belum menyeluruh. Meski demikian, Bank Indonesia bersama ASPI terus berupaya mengembangkan pembayaran digital dengan memperhatikan keseimbangan antara inovasi dan mitigasi risiko. Harapannya, terwujud transaksi lintas batas yang lebih efisien, murah, cepat dan inklusif. 

***

Ide penerapan QRIS Cross-Border oleh Bank Indonesia memang jenius. Sebab, akan ada lebih banyak usaha masyarakat yang terbantu. Seperti UMKM dan tempat-tempat wisata di dalam negeri.
 
Andaikata UMKM atau Desa Wisata didatangi oleh turis asing dari negara kawasan ASEAN, maka turis tinggal memindai QR Code milik UMKM untuk membayar produk.
 
Sebaliknya, wisatawan Indonesia yang berwisata ke Thailand, hanya berbekal ponsel pintar dan memanfaatkan QRIS Cross-Border, bisa langsung menikmati semangkuk Tom Yum sambil melihat pemandangan Kota Bangkok yang indah. Cepat, mudah, murah, aman dan handal, bukan?

Berikut ini langkah-langkah menggunakan QRIS Cross-border
  1. Buka aplikasi pembayaran dan klik menu “Scan QRIS".
  2. Masukkan jumlah nominal yang harus dibayar atau ditransfer, dalam mata uang negara asal. Misal 10 baht (฿).
  3. Konfirmasi tujuan dan nominal dalam Rupiah (otomatis sudah terkonversi, misal dari 10 ฿ akan  otomatis menjadi Rp 4500).
  4. Masukkan PIN, kamu akan menerima notifikasi bahwa transaksi berhasil dilakukan.
  5. Pembayaran dengan QRIS antarnegara selesai dilakukan.  
Nah, dengan berbagai manfaat yang dihasilkan QRIS Cross-Border sebagai pembayaran lintas batas, tak salah rasanya bila tersemat tagline, QRISnya satu, menangnya banyak! 


Referensi :
  • Materi sosialisasi Qris Cross Border oleh Bank Indonesia
  • https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/cerita-bi/Pages/QR-Cross-Border-Solusi-Transaksi-Antar-Negara.aspx
  • https://www.indibizpay.id/artikel/peluang-untuk-umkm-turis-asean-bertransaksi-dengan-qris
  • https://www.cnbcindonesia.com/research/20230902101714-128-468394/ri-pimpin-asean-buang-dolar-ini-sederet-manfaatnya
  • https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/09/04/ini-negara-asean-yang-banyak-kirim-turis-asing-ke-indonesia-pada-2022
  • https://www.cnbcindonesia.com/news/20231009060823-4-478886/dolar-as-tembus-di-rp-15600-pengusaha-mulai-ketar-ketir

4 komentar:

  1. aku termasuk cashless, biasanya kalau nongkrong di cafe nyari cafe yang bisa terima QRIS juga. Meskipun nggak semua cafe punya QRIS

    Apalagi beberapa waktu lalu ada info mengenai Qris cross border ini, seneng juga pastinya. Meskipun belum menyeluruh, semoga ke depannya bisa diterapkan di tempat tempat belanja di luar negeri secara merata

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Qris Cross-border ini berita yang baik bagi dunia pariwisata dan UMKM sih. Jadi semakin dimudahkan

      Hapus
  2. Hmmmm kayaknya tiap aku ke money changer dari dulu dan sekarang utk tukar mata uang asing suatu negara yg mau aku datangin ga pernah diconvert dulu ke USD sih mba. Langsung aja dari RP ke bath atau Ringgit atau eur atau Yen atau GBP etc. Soalnya kan udh ada itungannya , jadi ga usah di tuker ke USD dulu.

    Tapi kalo Skr, memang Krn udh makin digital JD LBH mudah lagi.

    Cuma aku gagal tuh kemarin Juni ke KL, pake Qris CIMB utk bayar makan di restoran, gagal. Padahal sinyal kuat. Untung aja aku bawa cash, kalo ga kan malu 🤣. Makanya tiap traveling aku ttp bawa cash utk jaga2. Krn bisa aja pembayaran digitalnya gagal, apalagi ini msh baru di kawasan Asean kan. Moga2 ke depannya LBH lancar, cuma cash ttp hrs ada.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh I see, makasih berbagi pengalamannya mbak Fanny.

      Kayanya memang yg diconvert ke dolar AS transaksi antar negara semacam ekspor-impor gitu mbak dengan nilai tinggi. Tapi kalau kayak kita, wisatawan, langsung bisa konversi dari Rupiah ke Bath atau sebaliknya.

      Oh iya, karena QRIS CB ini memang masih baru jadi kudu jaga2 pakai uang tunai juga hehe

      Hapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam