![]() |
Embung Terpadu Dayun (Dokumentasi Pribadi) |
“Setiap usaha akan menemui kendalanya, entah secara internal maupun eksternal. Namun demikian, bangkit kembali dan memulai kolaborasi adalah keputusan penting di era digital”
Karhutla Tahun 2015
Hari itu kebakaran besar melanda Riau. Asap bergumul begitu pekat. Api membara begitu cepat. Para petugas pemadam api cukup kesulitan karena besar dan luasnya titik-titik api yang tersebar di beberapa wilayah. Tercatat, sekitar 50.896,207 hektar luas lahan yang terbakar.
Perlu diketahui bahwa sebagian besar lahan di Riau merupakan tanah gambut yakni 56,42% dari luas total lahan gambut di Pulau Sumatera. Lahan gambut memiliki sifat seperti spons, ia mampu menyerap dan menahan air. Namun, bila gambut telah rusak, ia akan mengering dan mudah terbakar meski dari api sekecil apapun.
Salah satu tempat yang terkena dampak cukup parah ketika terjadi karhutla 2015 adalah Desa Dayun di Kabupaten Siak. Penduduk desa dengan jumlah sekitar 8000 jiwa itu mengalami sesak nafas akut akibat gumpalan asap yang pekat. Selain itu, aktivitas ekonomi menjadi lumpuh karena lahan pertanian yang digarap terbakar habis.
![]() |
Tokoh Desa Dayun Nasya Nugrik (Kanan), Fahrul Adam sebagai NGO Riau (Kiri) dan Anggota Pokdarwis Dayun (Dokumentasi Pribadi) |
Kepala Desa Dayun, Nasya Nugrik bercerita bahwa kebakaran kala itu begitu parah sehingga membuka kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan dan melakukan upaya mitigasi agar bencana mengerikan tersebut tak terulang kembali.
Pada tahun 2017, masyarakat Desa Dayun bangkit bersama dan berinisiatif membangun embung sebagai sumber air untuk memadamkan api. Namun, seiring menurunnya kejadian karhutla, embung pun tak berfungsi optimal sehingga tergerak untuk membangun tempat wisata dan rekreasi bernama Embung Terpadu Dayun.
"Embung ini mulanya digunakan untuk memadamkan api saat terjadi karhutla, namun kemudian kami berpikir untuk menjadikannya lebih bermanfaat yakni menjadi obyek wisata" Nasya Nugrik
Tentu semuanya membutuhkan proses yang tak instan. Kolaborasi antara Kepala Desa Dayun, Pemda Siak, NGO lokal, hingga masyarakat menjadikan Embung tersebut sebagai salah satu destinasi yang direkomendasikan di Kabupaten Siak.
![]() |
Saya ketika berkunjung ke Embung Terpadu Dayun di Kabupaten Siak, Provinsi Riau (Dokumentasi Pribadi) |
Melejitnya nama Wisata Embung Dayun ternyata sangat berdampak bagi perekonomian masyarakat setempat. Tiap waktu, terutama ketika hari libur, banyak wisatawan dari dalam maupun luar Kabupaten Siak berkunjung untuk refresing bersama keluarga.
Bangkit Bersama melalui Desa Wisata dan UMKM Turunan Semangka
Sebelumnya Dayun merupakan sebuah desa tertinggal di Kabupaten Siak. Ia hanya sebuah kampung sederhana yang berada di antara perkebunan sawit yang menjulang. Jangankan membayangkan, mendengar namanya saja tak semua orang tahu.
Kejadian karhutla 2015 telah membangkitkan asa masyarakat untuk maju. Warga Dayun sadar bahwa mereka perlu berkembang tanpa menafikan kelestarian alam. Pemerintah desa dan warga dibantu NGO lokal mulai melakukan pembangunan serta memberdayakan potensi alam yang dipunyai.
Pada tahun 2022, Dayun berhasil masuk sebagai 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) yang diadakan oleh Kementerian Pariwisata serta menyabet juara pertama untuk kategori kelembagaan.
![]() |
Penghargaan 50 Besar Desa Wisata dari Kemenparekraf (Dokumentasi Pribadi) |
Semenjak Embung Terpadu Dayun ramai didatangi wisatawan, Pokdarwis setempat mulai berinovasi mengubah wajah tempat wisata tersebut menjadi lebih cantik dan memiliki fasilitas mumpuni.
Ada berbagai wahana menarik yang mampu memanjakan mata maupun adrenalin pengunjung seperti shaking bridge, flying fox, arena camping, pendopo untuk pertemuan, bebek air, hingga spot-spot foto yang instagramable.
![]() |
Pemandangan Embung Dayun yang digunakan untuk wisata (Dokumentasi Pribadi) |
Selain wahana dan fasilitas publik yang lengkap, wisata Embung Terpadu Dayun juga menyediakan paket wisata edukasi seperti membatik, pencegahan kebakaran dan penanaman semangka.
![]() |
Saya sedang membatik khas Dayun (Dokumentasi Pribadi) |
Sejak tahun 2017, semangka mampu memberi cuan bagi masyarakat Dayun. Hal ini karena semangka tak memerlukan pembukaan lahan sehingga memerlukan biaya besar.
Petani-petani Dayun melakukan praktik tumpang sari dengan memanfaatkan lahan kosong di antara pepohonan sawit untuk menanam semangka.
Dengan demikian, terjadi mutualisme antara petani semangka dengan pemilik lahan karena berkat petani semangka lahan sawit menjadi lebih terawat.
![]() |
Hasil panen semangka masyarakat Dayun (Sumber : Tribun Pekanbaru) |
Menurut Iwan Tarigan salah satu petani semangka di Siak, tiap satu hektar lahan ia bisa memanen hingga 18 ton yang dijual ke Pekanbaru, Kerinci, Palembang, Lampung, bahkan hingga sampai ke Pulau Jawa.
Tak heran, ketika menuju arah Dayun, dengan mudah ditemukan tanaman semangka menjalar di antara pepohonan sawit. Berita baiknya, semangka telah menjadi komoditas unggulan yang dimiliki masyarakat.
![]() |
Produk makanan khas Dayun dari turunan Semangka (Sumber : Instagram Desa Wisata Dayun) |
Masyarakat yang tergabung dalam Pokdarwis Dayun mulai memberdayakan semangka baik dalam bentuk buah segar maupun turunannya.
Kini, mereka telah mengembangkan produk UMKM bernuansa semangka seperti sirop, selai, jeli, brownies, manisan kulit semangka hingga Batik Seruni yang bermotif daun dan bunga semangka.
![]() |
Batik Desa Dayun yang bermotif Semangka (Dokumentasi Pribadi) |
Produk-produk tersebut bukan hanya menjadi ikon bagi Dayun, tetapi juga membangkitkan ekonomi masyarakat setempat karena menyerap tenaga kerja.
Pengunjung yang hendak membeli produk-produk buatan masyarakat Dayun bisa berkunjung ke gerai UMKM yang tersedia di lokasi atau menghubungi kontak yang tertera di Instagram Desa Wisata Dayun.
UMKM di Dayun juga berkolaborasi dengan kantin Skelas, sebuah tempat yang menyediakan pelatihan, inkubasi bisnis hingga ruang bagi pelaku UMKM di wilayah Siak, termasuk UMKM Dayun.
![]() |
Kantin Skelas, etalase untuk UMKM di Kabupaten Siak (Dokumentasi Pribadi) |
Produk makanan biasanya dipajang di etalase galeri Skelas, sedangkan untuk batik, bisa ditemukan di Rumah Produksi Kelompok Usaha Bersama.
![]() |
Tempat produksi batik Seruni di Desa Dayun (Dokumentasi Pribadi) |
Menurut Soraya salah satu pengrajin Batik Seruni, produk batik Seruni sudah dijual di wilayah Siak sendiri, luar Pulau hingga ke Malaysia. Pun dengan makanan-makanan dari turunan semangka telah berhasil dijual ke berbagai wilayah di Kabupaten Siak.
Bila ada konsumen dari kota lain maupun luar pulau yang ingin membeli produk turunan semangka baik makanan maupun batik, bisa menghubungi kontak yang ada di Instagram Desa Wisata Dayun, nantinya, produk akan dikirimkan melalui jasa ekspedisi.
Pandemi Korona Tahun 2020
Kendala eksternal memang tak bisa diprediksi kapan datangnya. Pada tahun 2020, sebuah virus bernama Covid-19 (Korona) membuat gonjang-ganjing penduduk dunia, termasuk Indonesia.
Sejak ditemukan kasus pertama yakni 2 Maret 2020 segala perubahan terjadi secara ekstrem. Aktivitas-aktivitas masyarakat dibatasi oleh pemerintah melalui PSBB.
Tak ayal, pembatasan tersebut membuat lebih banyak orang melakukan aktivitas di rumah melalui WFH. Kegiatan yang lumrah dilakukan secara outdoor menjadi dilarang. Sekolah, ibadah, event-event hingga aktivitas pariwisata pun lumpuh.
Saat pandemi merebak, masyarakat Dayun juga mengalami kontraksi dalam sektor ekonomi dan pariwisata. Aktivitas pariwisata mandek, begitu juga dengan kegiatan UMKM.
Desa Dayun tak diperbolehkan menerima wisatawan dan melakukan aktivitas pariwisata secara terbuka. Tentu, ini berdampak pada aktivitas ekonomi masyarakat terutama pengelola wisata dan pekerja UMKM yang terbiasa membuat produk dari Semangka.
![]() |
Produk-produk kerajinan yang dimiliki Desa Dayun (Dokumentasi Pribadi) |
Beruntungnya, era digital telah membantu Desa Dayun dalam menyebarkan informasi. Melalui Instagram, pengelola sering mempromosikan wisata embung terpadu dan produk UMKM yang mereka buat dengan tagar #KeDayunAja
Sedikit demi sedikit, masyarakat pun bangkit kembali dan memulai lebih banyak kolaborasi. Hingga lebaran 2023 lalu, ada kunjungan sekitar 11.745 wisatawan yang memilih Dayun sebagai tempat healing dan kumpul bersama keluarga.
Kolaborasi Zaman Now Itu Penting!
Desa Wisata, UMKM, marketplace dan jasa ekspedisi. Keempatnya merupakan kolaborasi yang solutif untuk mengatasi kelumpuhan akibat pandemi. Menurut salah satu pengelola Desa Dayun, Covid-19 beberapa waktu lalu memiliki dampak buruk soal kunjungan wisata dan UMKM.
Tak heran, para pengelola wisata Dayun berusaha memutar otak agar produknya bisa sampai ke konsumen tanpa mereka harus keluar rumah. Ya, UMKM Dayun menjual produk secara Online dengan memanfaatkan kehadiran marketplace dan jasa ekspedisi.
![]() |
Tetty Marliana, Salah satu pekerja di Batik Seruni (Dokumentasi Pribadi) |
Seperti cerita Soraya selaku pengrajin Batik Seruni, ia mengatakan bila permintaan batik berasal dari luar Kabupaten Siak dan dalam jumlah yang cukup besar, maka mereka akan menggunakan jasa ekspedisi JNE untuk mengirimkan produk.
![]() |
Sharing usaha Batik Seruni di Dayun yang sudah dikirim secara lokal hingga ke Malaysia (Dokumentasi Pribadi) |
![]() |
JNE di area Dayun (Dokumentasi JNE Pasar Dayun) |
Di era digital seperti saat ini, kemudahan mengakses aplikasi hingga media online berbekal ponsel dan internet telah memberikan solusi bagi Desa Wisata dan pemilik usaha untuk terus menggeliat.
JNE sebagai salah satu perusahaan ekspedisi dan logistik pun terlibat langsung dalam membangun eksistensi usaha di Indonesia. Salah satunya adalah dengan terus membangun kolaborasi yang kuat antar komponen, termasuk Desa Wisata.
Saat ini tercatat ada sekitar 7275 Desa Wisata di seluruh Indonesia. Biasanya tiap Desa Wisata memiliki berbagai produk khas yang dibuat oleh UMKM setempat, JNE bisa mengembangkan sayap dengan berkolaborasi pada tiap Desa Wisata sehingga produk-produk yang mereka miliki bisa terkover jasa ekspedisi. Terlebih JNE memiliki layanan antar jemput dan PESONA (Pesanan Oleh-Oleh Nusantara).
***
Perjalanan Desa Dayun bangkit dari karhutla dan pandemi memang bukan perkara mudah, butuh proses panjang dan tak instan. Namun begitu, selama ada kerja sama yang kuat dari tiap pihak, terutama Kepala Desa, Pemerintah Daerah, Pokdarwis, UMKM dan jasa ekspedisi untuk memperluas pangsa bisnis.
Bagi Desa Dayun kendala internal dan eksternal untuk menjadi Desa Wisata mandiri akan selalu ada, namun bertindak kolaboratif dan inovatif di era kiwari adalah kunci agar mampu bangkit, kuat dan berdaya.
#JNE32tahun,
#JNEBangkitBersama
#jnecontentcompetition2023
#ConnectingHappiness.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam