Laman

Jumat, 13 Agustus 2021

Gambut sebagai Rumah Bagi Keragaman Fauna Indonesia

Sebuah video amatir yang ditayangkan melalui salah satu kanal media mainstream memperlihatkan seekor Koala  yang menderita luka bakar tengah berusaha memanjat ke atas pohon. Terlihat luka terbakar yang masih berasap di punggung si Koala.

Perlahan mamalia itu bergerak, seolah rasa sakit di punggungnya itu terlupa karena keinginannya untuk bertahan hidup. Tak lama, ada seorang perempuan melihatnya dan segera membawa si Koala ke klinik hewan. Sayangnya, ia sudah terbakar terlalu parah, sehingga dokter memutuskan untuk melakukan suntik mati agar si Koala tak lagi merasa sakit.

***

Gambaran apa yang terjadi pada Koala di Australia saat kebakaran hutan pastinya akan sama persis dengan kejadian di Indonesia. Apalagi Indonesia termasuk negara dengan intensitas kasus karhutla yang cukup tinggi. Masih ingat dengan kasus kebakaran hutan tahun 2019 lalu?

Berdasarkan informasi yang dinukil dari katadata.co.id, luas area kebakaran hutan di tahun tersebut mencapai 1,6 juta Hektare. Terbakarnya lahan seluas itu tentu saja berdampak buruk bagi banyak hal, termasuk kehidupan fauna di dalamnya. Apalagi sebagian besar lahan yang terbakar merupakan areal gambut.

Bagi masyarakat yang hidup di pulau Jawa mungkin kurang memahami seperti apa lahan gambut dan mengapa lahan tersebut mudah terbakar. Yap, ada beberapa alasan yang mendasarinya.

Mudahnya, lahan gambut itu seperti spons yang apabila tak mendapat pasokan air, ia akan mengering. Nah, bila gambut sudah mengering, tentunya akan mudah terbakar oleh api sekecil apapun.

Pertanyaannya sekarang, mengapa gambut bisa mengering? Ternyata, Gambut mengering karena tak mampu lagi menyerap air akibat sudah tidak berfungsi sebagai tanah dan sifatnya sama seperti kayu kering.

Sumber gambar : Presentasi dari Pantau Gambut

Hal itu terjadi ketika hutan-hutan di permukaan ditebang secara berlebihan sehingga tanah-tanah yang semula mendapat pasokan air dan unsur hara dari hutan di sekitarnya pun hilang. 

Permasalahannya, bila lahan gambut sudah terbakar maka akan sulit dilakukan pemadaman. Sebab, bagian yang terbakar biasanya berada di bawah permukaan lahan sehingga tak terdeteksi titik panasnya. Dengan demikian, ketika gambut terbakar waktunya akan lama. 

Tahukah kamu kalau Indonesia merupakan  negara nomor empat yang memiliki lahan Gambut terluas setelah negara Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat. Melihat luasnya lahan gambut itu, maka potensi yang terbakar pun akan besar. Tak heran, tatkala mengalami karhutla, untuk memadamkan membutuhkan usaha lebih berat.

Jumat, 6 Agustus 2021 lalu, saya ikut serta dalam gathering online Eco Blogger Squad yang diadakan oleh Blogger Perempuan. Mendatangkan 2 narasumber keren yakni Kak Iola Abas (perwakilan dari Pantau Gambut) dan Ibu Herlina Agustin (Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran).

Narasumber pertama, Ibu Herlin menjelaskan kepada kami tentang "Menjaga Kelestarian Biodiversitas di Indonesia" salah satunya membahas mengenai ragam fauna yang hidup di wilayah gambut. Gambut merupakan tanah yang mengandung asam tinggi. Setiap satwa yang hidup di area gambut pun memiliki tingkat ketahanan tubuh yang tinggi. Misalnya Ikan.

Berdasarkan e-book berjudul "Ikan-ikan di Hutan Rawa Gambut Merang-Kepayang dan Sekitarnya", dijelaskan bahwa ada sekitar 57 Jenis ikan yang bisa ditemukan kawsan Hutan Rawa Gambut Merang-Kepayang. Beberapa yang mungkin familiar dengan masyarakat adalah Ikan Arwana, Belida, Gabus, Baung, Lais, Betok, Betutu, Tuka, Julung-julung dan masih banyak lagi.

Itu baru membahas ikan, belum satwa lainnya. Meski lahan gambut dianggap tak subur sehingga hanya tanaman tertentu saja yang bisa hidup di atasnya namun gambut merupakan rumah bagi para satwa ini. Mereka bergantung dengan kelestarian lahan gambut.

Berdasarkan informasi yang dibagikan Ibu Herlin, kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia  masuk sebagai 10 besar yakni nomor 3 setelah Brazil dan Chili. Mirisnya, melalui kekayaan itu, negeri ini juga menjadi pemasok produk satwa liar ke Asia (dijual secara Ilegal).

Misalnya sebagai pemasok kulit ular untuk kebutuhan fashion. Bayangkan, ada berapa produk-produk berharga selangit dengan merek terkenal yang menggunakan kulit ular sebagai bahan dasarnya? Banyak sekali. So, bisa disimpulkan bahwa ada banyak ular yang dibunuh guna memenuhi kebutuhan komersil tersebut.

Infografis oleh Media Indonesia

Dalan gathering, Bu Herlin juga membagikan info perihal hewan-hewan yang menjadi korban ketika kebakaran hutan memercik. Ada monyet, ular Phiton, Rusa, dan lain sebagainya. Hewan-hewan yang kemungkinan akan mati secara cepat adalah jenis reptil karena bergerak lambat.

Bila itu terus dibiarkan, lama-lama fauna yang dimiliki Indonesia akan habis. Padahal, masih banyak fauna yang dimiliki negeri ini namun belum terlalu terekspos akibat jumlahnya yang relatif kecil. Berikut merupakan hal-hal yang memungkinkan penurunan spesies,

  1. Perubahan iklim
  2. Eksploitasi alam berlebihan
  3. Alih Fungsi Hutan
  4. Hilangnya Habitat
  5. Perburuan Besar-besaran
  6. Perdagangan ilegal tanpa terkendali
  7. Invasi tanaman dan Satwa Global
  8. Rekayasa genetika

Mungkin kita pernah bertanya-tanya, apa saja sih hambatan pelestarian satwa-satwa yang ada di Indonesia? Kalau dipikir, kok bisa gitu ya menjadi mereka menjadi langka. Nah, ternyata ini lho jawabannya,

Perburuan Liar

Banyak orang melakukan perburuan karena mereka memiliki senapan dan merasa marah tanpa memikirkan dampaknya. Misalnya perburuan babi hutan karena merusak lahan masyarakat. Padahal, babi hutan merupakan makanan bagi hewan karnivora. 

Semakin banyak babi diburu untuk dibunuh, semakin sedikit pula jumlah mereka di alam liar. Imbasnya, hewan karnivora tak memiliki cadangan makanan. Bila sudah seperti bisa jadi yang mendekati pemukiman manusia tak hanya babi tetapi juga macan, harimau dan hewan karnivora lainnya.

Kemudian, pecahlah konflik antara hewan dan manusia yang menyebabkan intensitas perburuan satwa liar kerap terdengar. Bila sudah seperti ini, sangat memungkinkan mereka habis diburu manusia.

Perdagangan Ilegal

Perdagangan satwa sering dilakukan secara ilegal, entah dilakukan dalam keadaan hidup untuk dijadikan binatang peliharaan atau dijual dalam bentuk sudah mati. Misal diambil gading (gajah) atau kulit (Harimau, Macan, Ular, Buaya). 

Mungkin kamu pernah melihat ada hewan asli Indonesia berada di luar negeri, Orang utan misalnya. Mengapa mereka bisa ada di sana? Ya, itu karena orang uta diperdagangan secara ilegal ke luar negeri. Padahal itu satwa asli Indonesia lho!

Munculnya satwa invasi

Pernah mendengar ada berita mengenai Ikan Araphaima Gigas yang ditemukan di sungai Indonesia? Jujur, saya pernah melihatnya di layar kaca. Araphaima Gigas merupakan ikan asli Amerika Selatan.

Ikan Araphaima Gigas yang berasal dari perairan
Amazon (Sumber gambar : Infoikan.com)

Masalahnya, Araphaima ini merupakan hewan yang tak seharusnya dilepaskan ke alam liar. Why? Sebab, ia merupakan ikan karnivora yang makan ikan-ikan endemik. Bila keberadaan ikan terus dibiarkan, maka semakin banyak ikan lokal yang hilang karena termakan oleh Araphaima. Ngeri bukan? Belum lagi ketika kita membahas ikan asing lainnya.

Ternyata masih banyak oknum yang belum sadar bahwa satwa-satwa yang ada di hutan tak boleh diambil untuk kepentingan mereka. Sebab itu bisa mengganggu kelestarian biodiversitas yang dimiliki alam. Well, sebenarnya sudah banyak edukasi atau kampanye terhadap masyarakat, hanya saja, ada beberapa kendala,

  1. Persepsi dan pemahaman yang salah tentang konservasi. Misalnya, mencintai hewan eksotis dengan memelihara mereka.
  2. Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai satwa liar dan satwa domestik. Satwa domestik membutuhkan peran manusia dalam bertahan hidup atau berkembang biak, tetapi satwa liar akan terganggu bila ada aktivitas manusia menampuri.
  3. Kurangnya pengetahuan mengenai ekosistem secara keseluruhan.
  4. Arogansi pemelihara hewan eksotis yang mau dianggap keren
  5. Kapitalisme dan Industri Perdagangan
  6. Pengabaian terhadap kesejahteraan satwa. Misalnya Elang yang diikat atau ditaruh dikandang yang tak semestinya. Padahal Elang adalah hewan yang harus bebas karena memiliki titik terbang yang tinggi.
  7. Ketidakpercayaan masyarakat pada BKSDA atau lembaga Konservasi

Yap, itu dia beberapa hal terkait keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia. Termasuk beberapa ragam satwa yang ada di wilayah gambut. Nah, saatnya kita perkaya pengetahuan mengenai gambut nih, karena mau tak mau, di Indonesia sendiri, lahan gambut menjadi isu yang hangat dibicarakan, terutama berkaitan dengan kebakaran hutan yang sering terjadi. Sebenarnya, gimana sih lahan gambut bisa terbentuk?

Bicara mengenai lahan gambut, mungkin kita pernah mempelajarinya semasa di sekolah dulu. Beberapa bayangan orang ketika ditanya mengenai lahan gambut pasti akan mengatakan tentang wujudnya yang seperti spons. Yaps, itu tak salah. Wujud gambut memang sedemikian rupa.

Pembicara kedua dari gathering online EBS adalah Kak Iola Abas. Beliau merupakan perwakilan dari Pantau Gambut, yakni sebuah organisasi yang bergerak di bidang konservasi dan perlindungan gambut.

Gambut merupakan lahan basah yang terbentuk dari timbunan materi organik yang berasal dari sisa-sisa pohon, rerumputan, lumut dan juga jasad hewan-hewan yang telah membusuk. 

Timbunan itu telah menumpuk selama ribuan tahun sehingga membentuk endapan yang tebal. Biasanya nih, lahan gambut ditemukan di wilayah yang memiliki genangan air seperti rawa, danau, cekungan, sungai hingga wilayah pesisir.

Well, karena bentuknya yang seperti spons maka ia harus selalu basah. Sebab, gambut memgandung karbon 2 kali lipat lebih bantak dari tanah mineral biasa. Masalahnya, bila tanah gambut mengalami kering akibat kekurangan air, karbon yang tersimpan tadi akan keluar ke udara sehingga menjadi sumber utama emisi.

Kita tahu bahwa gas rumah kaca mampu menyebabkan perubahan iklim, belum lagi ditambah dengan asap yang muncul setelah terjadi kebakaran hutan gambut. Padahal, menurut Kak Ola, untuk membentuk tanah gambut sedalam 4 meter, membutuhkan waktu sekitar 2000 tahun. Itu waktu yang cukup lama sih bila dibandingkan dengan saat ludes akibat kebakaran.

Bicara soal gambut, ada 4 jenis berdasarkan tingkat kedalaman. Semakin dalam lahan gambut maka kandungan karbon serta jenis tanaman pembentuknya juga berbeda.

Seorang kawan pernah memiliki pengalaman menjejak ke Kalimantan dan menginjak lahan gambut karena kebetulan ia tengah study mengenai lahan gambut. Menurut kawan saya, ketika menginjaknya, ia terperosok sedalam lutut. Seolah masuk ke dalam lumpur hisap. demi menghindari terperosok, guide menyuruhnya menginjak akar-akaran.

Berdasarkan informasi yang dinukil dari presentasi Kak Ola dalam gathering, ternyata Indonesia masuk sebagai 10 besar pemilik lahan gambut terbesar lho, Kawan! Yakni nomor 2 sebagai pemilik lahan gambut tropis terluas dan nomor 4 sebagai pemilik lahan gambut terbesar di dunia.

Bisa dilihat bahwa ada 258.650 spesies pohon, 35 spesies ikan, 150 spesies burung dan 34 spesies ikan. Flora dan fauna tersebut memang tak langsung hidup di area gambut karena struktur gambut yang seperti spons dan mengandung tingkat asam yang tinggi. Hanya saja, ekosistem gambut merupakan bagian dari kehidupan mereka.

Setiap Tuhan menciptakan sesuatu pastinya memiliki fungsi yang baik meskipun manusia belum banyak mengetahuinya. Begitu pula dengan lahan gambut, ia juga punya peran luar biasa bagi kehidupan lho!

Mengurangi dampak bencana banjir dan kemarau

Salah satu manfaat gambut adalah mengurangi dampak buruk bencana banjir dan kemarau. Daya serapnya yang tinggi membuat gambut dapat menampung air sebesar 450-850 persen dari bobot keringnya. Selain itu, gambut yang terdekomposisi juga mampu menahan air 2 hingga 6 kali lipat berat keringnya.

Gambut memiliki sifat hydrophysical, yaitu daya serap yang tinggi sehingga mampu menampung air sebesar 450-850% dari bobot keringnya atau hingga 90% dari volumenya. Meskipun daya serapnya tinggi, gambut hanya menyediakan sedikit air untuk pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan tanah mineral. Hal ini disebabkan oleh kapasitasnya dalam menahan air sangat kuat dan dipengaruhi oleh tingkat dekomposisinya. 

Tah heran, di wilayah Kalimantan, Sumatra, Sulawesi dan Papua memiliki jumlah air yang cukup besar. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh keberadaan gambut sebagai wadah bagi air hujan sehingga tak mudah mengering. Nantinya, air yang ada di area lahan gambut bisa dimanfaatkan para satwa, vegetasi dan manusia.

Memang, air yang ada di sekitar gambut berbeda dari air sumur atau sungai biasa. Perlu adanya tritmen khusus sehingga air bisa dimanfaatkan untuk minum maupun kebutuhan lain. Hanya saja, dengan adanya fungsi penyerapan ini, masyarakat yang tinggal di wilayah gambut jadi tak kekurangan sumber air. Itu bila fungsi gambut sebagai penyimpan air masih optimal lho ya.

Menunjang Perekonomian Masyarakat

Beberapa ikan, hewan dan vegetasi tumbuh di area gambut. Itu berarti keberadaan mereka mampu menjadi sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat. Seperti dalam e-book "Ikan-ikan di Hutan Rawa Gambut Merang-Kepayang dan Sekitarnya", disana digambarkan bahwa masyarakat wilayah Merang Kepayang sering mencari ikan-ikan untuk dikonsumsi langsung atau dikeringkan yang kemudian dijual kembali.

Habitat untuk Perlindungan Keanekaragaman Hayati

Berbagai macam flora dan fauna dapat tumbuh dan tinggal di lahan gambut. Beberapa dari flora bahkan sangat berguna bagi masyarakat sekitar sehingga dibudidayakan. Sementara itu, fauna yang ada di lahan gambut berfungsi sebagai penjaga keberlangsungan ekosistem gambut lainnya. Well, ini berhubungan dengan food chain antar makhluk yang hidup disana.

Menjaga Perubahan Iklim

Lahan gambut di Indonesia menyimpan sekitar 57 gigaton karbon atau 20 kali lipat karbon tanah mineral biasa. Cadangan karbon yang tersimpan di dalam tanah gambut akan terlepas ke udara jika lahan gambut dikeringkan atau dialihfungsikan. Padahal, gambut menyimpan sekitar 30% karbon dunia. 

Ini artinya gambut berperan sangat besar untuk menyerap karbon yang ada di dunia. Di sisi lain, gambut bisa menjadi berbahaya ketika terbakar karena bakal melepaskan zat karbon yang tersimpan tadi dalam bentuk asap. 

So, agar gambut bisa bermanfaat bagi manusia dan dunia, kita memiliki peran untuk menjaga lahan gambut agar tetap utuh sehingga fungsinya bisa optimal. Bagaimana caranya?

Berdasarkan info yang diambil dari dari Pantaugambut.id, berikut merupakan langkah-langkah yang bisa diupayakan untuk menjaga lahan gambut.

Memetakan Gambut

Pemetaan gambut perlu dilakukan untuk menentukan lokasi gambut terdegradasi dan mengetahui tipe serta kedalaman lahan gambut yang terdegradasi. Pemetaan merupakan langkah awal yang krusial karena tipe gambut yang berbeda memerlukan jenis restorasi yang berbeda pula, seperti penentuan letak pembuatan sekat kanal untuk mengatur kadar air memiliki.

Menentukan jenis Restorasi

Setelah melakukan pemetaan gambut, pelaku restorasi dapat menentukan jenis restorasi yang sesuai dengan kondisi gambut. Ada gambut yang perlu melewati siklus pembasahan terlebih dahulu, dan ada pula yang dapat langsung ditanam ulang (revegetasi). Setelah menentukan jenis restorasi, baru dapat ditentukan waktu pelaksanaanya dan pemangku kepentingan mana saja yang terlibat di dalamnya.

Membasahi gambut

Pembasahan gambut (rewetting) diperlukan untuk mengembalikan kelembapannya. Penataan air pada tahap ini dapat dilakukan dengan membangun sekat kanal (canal blocking), penimbunan saluran (back filling), sumur bor, dan/atau penahan air yang berfungsi menyimpan air di sungai atau kanal.

Mencoba menanam di lahan gambut

Ketika sudah kembali lembap, lahan gambut dapat kembali ditanami (revegetasi) dengan tanaman yang tidak mengganggu siklus air dalam ekosistem gambut. Proses vegetasi akan menjaga keberlangsungan ekosistem gambut dan juga memperkokoh sekat kanal, serta melindungi lahan gambut agar tidak terkikis aliran air kanal.

Beberapa jenis tanaman asli ekosistem gambut adalah jelutung, ramin, pulau rawa, gaharu, dan meranti. Selain itu, beberapa tanaman seperti kopi, nanas, dan kelapa juga merupakan tanaman yang ramah gambut dan mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakat lokal.

Lalu bagaimana dengan upaya kita sebagai masyarakat biasa untuk menjaga gambut agar tetap lestari dan berfungsi sebagaimana mestinya?

Sebagai seorang blogger, kita bisa mengupayakan perlindungan gambut melalui tulisan dan penyadaran ke masyarakat mengenai peran gambut. Belum banyak lho masyarakat yang tahu mengenai fungsi gambut dalam kehidupan.

Gambaran Gambut purba yang dimiliki Indonesia. Sumber : Pantau gambut.id

Bahkan, di media sosial selepas saya posting mengenai gambut, beberapa komentar mengatakan bahwa terakhir mereka belajar soal gambut saat masih SD. Itu artinya, kita sebagai blogger perlu memberi awarness atau kesadaran untuk masyarakat terkhusus pembaca blog.

Kita juga bisa lho berdonasi membeli pohon atau dalam bentuk dana kepada lembaga khusus yang menangani pemulihan gambut sesuai kemampuan yang kita miliki. Banyak kok hal-hal sederhana yang berkontribusi menjaga gambut agar tetap lestari meski dari jarak yang jauh. 

Melalui gathering Eco blogger, saya hanya berharap, semoga berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat dan segenap organisasi peduli gambut bisa saling berkolaborasi sehingga dunia, terkhusus Indonesia bisa mengurangi dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh kerusakan alam. Ya, semoga saja!

Referensi :

  • Gathering Online Eco Blogger Squad bersama Blogger Perempuan, Hiip dan Pantau Gambut
  • E-book berjudul "Ikan-ikan di Hutan Rawa Gambut Merang-Kepayang dan Sekitarnya"
  • https://pantaugambut.id/pelajari/pemulihan-lahan-gambut/langkahlangkah-restorasi-gambut
  • https://pantaugambut.id/pelajari/peran-penting-lahan-gambut/mengurangi-dampak-bencana-banjir-dan-kemarau
  • https://mediaindonesia.com/infografis/352447/keanekaragaman-hayati-di-indonesia

8 komentar:

  1. Insight baru untukku ini mam. Aku kiurang memahami lahan gambut, mungkin karena area tinggalku bukan di sana. Tapi membaca di sini, aku jadi sadar betapa pentingnya lahan gambut bagi ekosistem kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama mbak. Aku juga gak tinggal di area gambut. Setelah membaca-baca jadi paham.

      Hapus
  2. 15 juta hektar lebih ya lahan gambut Indonesia yang harus dilindungi. Karena mencegah abrasi dan juga utk fauna ya. Ini penting banget bagi ekosistem lingkungan di negara kepulauan kayak Indonesia.

    BalasHapus
  3. Ya Allah koala kan lucu ya, mereka menderita akibat ulah manusia juga karena kebakaran hutan disebabkan olej penebangan pohon yang berlebihan. Kasus karhutla ini dari tahun ke tahun selalu ada ya. Di sini aja kalau ada yang bakar sampah aku suka sesak, gimana warga di sekitar kebakaran hutan itu,

    BalasHapus
  4. Sedih sekali karena zaman kini banyak masyarakat yang kurang paham mengenai menjaga lingkungan sehingga banyak lahan gambut juga fauna dan flora Indonesia yang ikut punah.
    Semoga kita bisa berubah dari hal-hal kecil dan langkah kita dimulai dari keluarga.

    BalasHapus
  5. Masya Allah ini materinya padat banget. Banyak Hal baru buatku. Berhubung tinggal di kota, jarang pula ke hutan jadi berasa jauuuh gitu padahal apa yang terjadi di hutan Indonesia berdampak ke kehidupan perkotaan juga.

    BalasHapus
  6. Gmabut oh gambut, rumah bagi beberapa satwa yg sharusnya kita jaga juga kelestariannya ya ka

    BalasHapus
  7. Perlu edukasi mendalam dan kontinu kepada masyarakat agar memahami dengan baik potensi dan fungsi lahan gambut bagi kelangsungan ekosistem.

    BalasHapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam