Laman

Jumat, 11 Juni 2021

Bicara Karhutla dan Pandemi. Bagaimana Bila Keduanya Berkaitan?

Cegah kebakaran hutan dan lahan sebagai upaya cegah pandemi. Beberapa ilmuwan menduga bahwa lebih banyak penyakit ditularkan melalui hewan liar layaknya penyakit zoonosis lain seperti Malaria, Rabies, SARS dan Demam Berdarah. Meski demikian, kaitan antara pandemi Covid-19 (Korona) dan hewan tengah diteliti lebih lanjut oleh para ilmuwan.

Jumat, 4 Juni 2021 lalu, saya bersama dengan Eco blogger squad berkesempatan mengikuti gathering online bertajuk "Cegah Kebakaran Hutan, Cegah pandemi". 

Acara tersebut menghadirkan 2 narasumber handal yakni Deddy Sukmara selaku Direktur Informasi dan data Auriga Nusantara dan Dokter Alvi Muldani selaku Direktur Klinik Alam Sehat Lestari (Yayasan Asri).

Mas Deddy maupun Dokter Alvi membagikan informasi sesuai bidangnya masing-masing terkait karhutla serta bidang kesehatan yang menitikberatkan pada pandemi dan hubungannya dengan karhutla. Kira-kira apa hubungan pandemi dengan kebakaran hutan yang sering terjadi ya?

Menurut Dokter Alvi Muldani ada 2 jenis penyakit dalam dunia medis, yakni, penyakit yang ditularkan dan yang tak bisa ditularkan. Nah, penyakit "Yang ditularkan" bisa melalui perantara hewan ke manusia atau manusia ke manusia. Kedekatan manusia terhadap hewan rentan memunculkan panyakit bernama zoonosis.

Well, apa itu Zoonosis? Bagi sebagian orang mungkin belum terlalu familiar dengan istilah tersebut. Zoonosis adalah jenis penyakit yang dapat ditularkan hewan ke manusia. Penyakit ini umumnya disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme, seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit. Zoonosis bisa menular dari hewan liar, hewan ternak, maupun hewan peliharaan.

Dinukil dari Alodokter.com, ada beberapa penyakit yang ditularkan oleh hewan yang kemudian menginfeksi manusia. Penyakit tersebut bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.

  • Cacingan, misalnya infeksi cacing gelang (askariasis) dan cacing pita (taeniasis)
  • Demam berdarah
  • Malaria
  • Kaki gajah atau filariasis
  • Chikungunya
  • Infeksi bakteri Salmonella atau demam tifoid (tifus/tipes)
  • Flu burung
  • Leptospirosis
  • Rabies
  • Cacar monyet
  • Ebola
  • Covid-19

The Novel Coronavirus disease (Covid-19) dipercaya muncul akibat transmisi virus dari hewan---kelelawar dan Trenggiling---ke manusia. Kelelawar dan Trenggiling terpaksa mendekat ke lingkungan manusia karena habitat asli mereka rusak akibat kebakaran hutan. Adanya kedekatan manusia dan hewan-hewan itulah yang kemudian rentan memunculkan pandemi.

Yap, berikut merupakan beberapa faktor yang memicu pandemi menurut Dokter Alvi,

  • Pandemi disebabkan oleh organisme spesifik yang telah berada bersamaan dalam beberapa ribu tahun, namun tidak langsung menyebabkan penyakit.
  • Kontak mahluk liar dengan manusia dengan cara domestikasi, habitat liar terganggu, dan perdagangan hewan liar.
  • Adanya perjalanan udara, arus urbanisasi dan perubahan iklim yang menularkan virus ke lokasi lebih luas.

Berhubungan dengan pandemi, sebenarnya sudah ada sejak berpuluh tahun lalu. Berikut timeline yang bisa dibagikan berkenaan pandemi yang disebabkan oleh hewan disertai angka kematian serta tahun-tahun kemunculannya.

Cukup mengerikan bukan angka kematian yang ditimbulkan oleh penyakit Zoonosis? 

Melalui tulisan ini, saya bukan hendak menakuti dan menyeru agar kita menjauhi hewan atau menjadi vegetarian dengan tidak mengonsumsi hewan. Namun kita harus waspada terhadap segala kemungkinan yang bisa terjadi di sekitar kita.

Kita bisa melakukan pencegahan dengan menerapkan gaya hidup bersih, menjaga kesehatan tubuh dan berpartisipasi menjaga hutan sebagai habitat para hewan liar supaya mereka tak masuk ke lingkungan manusia.

Menelisik Kondisi Karhutla di Indonesia

Berdasarkan uraian sebelumnya, kita mungkin sudah cukup paham bahwa bisa jadi pandemi yang terjadi saat ini diakibatkan oleh rusaknya hutan dan lahan. Untuk menjadikan kita lebih aware pada lingkungan sekaligus berupaya mencegah terjadinya karhutla, maka perlu adanya pemahaman mengenai kondisi kebakaran yang terjadi.

Tahun 2019 lalu, seorang teman kos hendak melakukan perjalanan mudik ke kampung halamannya di Kaliman Tengah. Wajahnya sumringah karena ia sudah setahun lebih tak pulang ke rumah. Namun, rencana tersebut pada akhirnya ia  batalkan karena maskapai yang hendak mengangkutnya tak bisa terbang akibat kabut asap.

Ya, kebakaran hutan kala itu berdampak cukup signifikan pada dunia penerbangan, kerusakan lingkungan, perekonomian, kesehatan,  hingga hilangnya nyawa manusia dan hewan. Bahkan, sempat terjadi ketegangan antara Indonesia dengan negara tetangga akibat kabut asap yang tak bisa cepat diatasi.

Dengan demikian, tak heran rasanya bila teman kos saya tak bisa pulang ke kampung halamannya, mengingat kondisi karhutla kala itu sangat parah. Ya, meski tak sebesar luas lahan tahun 2015 lalu. Untuk melihat secara nyata data kebakaran per tahunnya, berikut merupakan informasinya.

Dari data di atas kita bisa melihat bahwa kebakaran tahun 2015 merupakan kasus terparah yang memakan luas hutan dan lahan hingga 2.611.411 hektar. Meski begitu, kita juga tak bisa mengesampingkan kasus di tahun yang lainnya karena sama-sama berdampak pada banyak bidang termasuk penyumbang emisi terbesar bagi bumi.

Dampak karhutla pada kehidupan hewan.
Sumber gambar : Heribertus (IAR Indonesia)
Beberapa waktu lalu, melalui timeline instagram, saya menemukan gambar memilukan terkait dampak kebakaran hutan yakni seekor orang utan yang mati karena kebakaran parah yang dialami. Sekujur tubuhnya penuh luka bakar yang memerah. Yang lebih membuat ngilu, ia terlihat masih sempat memeluk anak-anaknya meski rasa sakit menerpa tubuhnya menjelang kematian.

Menangis. Iya, saya menangis sesenggukan melihat gambar itu. Bahkan ketika saya menuliskan ini, saat ini, saya masih menangis mengingatnya. Bagaimanapun hewan tak memiliki kekuatan untuk memadamkan api. Kala kebakaran terjadi, mereka hanya bisa berteriak ketakutan dan mungkin berlarian kesana kemari untuk meminta pertolongan. Tetapi nihil. Semua pun berakhir dalam lautan api yang begitu panas.


Di Indonesia, kebakaran yang terjadi cukup menyita perhatian karena terjadi di lahan gambut bukan lahan kering layaknya di Australia sana. So, apa bedanya lahan gambut dengan lahan biasa? Gambut adalah lahan basah yang terbentuk dari timbunan materi organik yang berasal dari sisa-sisa pohon, rerumputan, lumut, dan jasad hewan yang membusuk.
Penampakan tanah gambut yang mudah terbakar (Sumber gambar : Melvinas Priananda/Tribun News)
Timbunan itu menumpuk selama ribuan tahun sampai membentuk endapan yang tebal. Pada umumnya, gambut ditemukan di area genangan air, seperti rawa, cekungan antara sungai, maupun daerah pesisir. Permasalahannya, lahan gambut memiliki kadar karbon dua kali lipat dari tanah mineral biasa sehingga bila gambut terbakar akan menimbulkan emisi yang cukup besar.

Tak heran, bila wilayah Indonesia mengalami kebakaran, terkhusus lokasi yang memiliki tanah gambut, itu menyumbang potensi perubahan iklim bagi dunia. Lalu, berkenaan dengan kebakaran hutan lahan yang kerap terjadi, siapakah yang bertanggungjawab?
Kebakaran hutan dan lahan bisa disebabkan oleh alam. Misalnya akibat kemarau panjang sehingga sedikit percikan api akan menimbulkan kebakaran. Kebakaran juga bisa diakibatkan oleh ulah manusia, entah masyarakat skala kecil atau korporasi. Nah, aktivitas yang disebabkan oleh manusia inilah yang akan menjadi fokus pembahasan kita.
Kawasan hutan dan kesatuan hidrologis gambut merupakan area yang dilindungi oleh pemerintah. Namun berdasar pada tabel, kita justru diperlihatkan bahwa area tersebut justru sering terjadi kebakaran. Bila karena pengaruh alam, tentu bisa dipahami karena kita tak bisa menghindar tetapi bila itu disengaja oleh manusia, tentu itu menimbulkan tanda tanya besar.

Bagaimana aturan dan pemberian sanksi pada mereka yang berkontribusi dalam kebakaran hutan?
Berdasarkan paparan Mas Dedy Sukmara, pola kebakaran hutan bergeser ke provinsi yang kaya akan hutan yakni menyasar ke bagian timur Indonesia layaknya Papua. Padahal kita tahu bahwa Papua merupakan wilayah yang masih kaya akan keanekaragam hayati. Sungguh saya merasa miris bila kebakaran yang terjadi disengaja dan menghancurkan kehidupan banyak makhluk hidup.

Apa yang harus dilakukan agar kebakaran hutan bisa teratasi?

Beberapa tindakan solutif bisa dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta hingga masyarakat biasa. Saya yakin, asal semua pencegahan dilakukan secara kolaboratif, terencana dan berkelanjutan, karhutla bisa diminimalisir bahkan dihilangkan.

Ya, sebagai warga negara, saya hanya bisa berdoa dan berusaha membantu menjaga hutan dengan cara melakukan adopsi hutan, menyebarkan informasi melalui tulisan serta mendukung tiap usaha pelestarian hutan. Saya yakin, pembaca pun bisa mendukung dengan cara sederhana semacam itu.

Kesimpulan


Bicara karhutla dan pandemi. Apakah keduanya berkaitan? Yap, bisa jadi. Alasannya, 80 persen penyakit yang saat ini terjadi di bumi ini, penularan pertamanya melalui hewan-hewan, entah itu hewan liar maupun hewan peliharaan. Nah, dalam bidang kesehatan, itu dinamakan Zoonosis Disease.

Dalam gathering online 4 Juni 2021, Dokter Alvi menegaskan bahwa hewan layaknya kelelawar, kera, Trenggiling dan lainnya memiliki potensi untuk memindahkan penyakit yang mereka miliki setelah berdekatan dengan manusia ketika habitat mereka---yakni hutan---mulai rusak dan habis.

Dengan demikian, mencegah dengan berbagai tindakan sangat diperlukan. Mencegah disini bisa dengan menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan atau dengan turut serta menjaga hutan agar para hewan tetap berada di hutan sebagai habitat utama mereka.
Baiklah, demikianlah edukasi mengenai hubungan antara pandemi dan karhutla melalui gathering kali itu. Saya bahagia, melalui Eco Blogger Squad, saya bisa belajar banyak mengenai lingkungan, bumi, hutan dan masih banyak lagi.

Semoga semakin banyak yang teredukasi dan terinspirasi untuk selalu menjaga bumi. Untuk kalian pembaca setia naramutiara.com, Selamat Hari Lingkungan Hidup sedunia :)

19 komentar:

  1. Ternyata berkaitan ya meskipun ya gak secara langsung to the point gitu.. Jadi makin berharap kalau karhutla gak bakal terjadi lagi di Indonesia..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, aku juga baru tahu. Pengennya juga gitu. Semoga karhutla teratasi, minimal terkurangi dari tahun sebelumnya :)

      Hapus
  2. Aku kadang berkaca-kaca kalau lihat foto para hewan yang kena dampak kebakaran hutan. Tapi ga nyangka sih kalau kebaran bisa jadi salah satu pemicu timbulnya pandemi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, dulu lihat yang heran pada luka karena kebakaran itu bener2 bikin nangis :(
      Dan ternyata ia berpotensi membuat pandemi juga

      Hapus
  3. Lihat berita kebakaran hutan bikin nangis mam... Apalagi kalau ada deforesasi, hutan hujau jadi lahan sawit atau tambang. Gimana nasib anak cucu kita nanti

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, perlu ada tindakan dari sekarang sih

      Hapus
  4. oh ternyata ada kaitan antara Karhutla dan pandemi ya.. duh semiga kita semua semakin aware terhadap hal ini.. Trims infonya Nurul

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, menurut pembicara seperti itu. Pandemi bisa jadi muncul karena migrasi hewan ke lingkungan manusia

      Hapus
  5. Mantap penjelasan dokter Alvi pwelu banget kita juga menjaga kebersihan lingkungan rumah supaya gak datang serangga dqn heqan yang bisa sebafkan penyakit. Kalo ingat ini rumah ipar aku sering kedatangan moyet sebab hutan di dekqtnya dah gundul

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, hewan kayaknya juga bisa menyebarkan penyakit. Pernah baca sebelumnya, makanya kudu hati2 juga ama hewan liar kak

      Hapus
  6. Ya Allah semoga tidak banyak terjadi lagi kahutla di Indonesia aamiin
    nggak tega kalau ada berita kebakaran hutan, dan seisiinya ikut musnah.
    Mereka juga makhluk hidup yang wajib di lindungi. Berkah ya mba bisa ikutan langsung menimba pengetahuan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, semoga saja ya Mba Nyi.
      Matur nuwun mbak Nyi

      Hapus
  7. Pasti ada keterkaitannya mba, karena hutan menjadi rumah para hewan dan ketika manusia dengan sadar membakar rumah mereka. Ya akibatnya virus yang terdapat di hewan bakal mudah terserap oleh lingkungan manusia, dan hadirnya penyakit2 yang membahayakan :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, itu juga yang kmrn di jelaskan di webinar. Soal perubahan habitat hewan yang mampu menyebarkan penyakit ke manusia

      Hapus
  8. aku jadi inget karhutla di sumsel beberapa tahun lalu. itu buruk banget. jangan sampe pas pandemi ini terulang lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, bener banget. Kebakaran hutan bikin susah semuanya

      Hapus
  9. Informasi kaya gini yang perlu lebih banyak lagi disebarkan ke masyarakat, biar makin semangat menjaga hutan yang ada. Thanks sharingnya mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, Sama-sama. Semoga makin banyak masyarakat yang aware sih mbak perihal menjaga hutan :)

      Hapus
  10. Melihat foto orang utan di atas aja, aku juga sediih mba. Apalagi ngebayangin yg mati dan sedang memeluk anak2nya. :(

    Masuk akal kok, kalo dikaitkan pandemi ini dengan kebakaran hutan . Manusia kdg terlalu serakah hanya memikirkan keuntungan pribadi, tanpa mempertimbangkan efek samping yg meluas. Hutan tempat hidup banyak hewan di gunduli, lalu saat hewan2nya merusak ladang si manusia, mereka balas dengan membunuh. Tanpa mau berfikir kalo hewan2 itu hanya lapar Krn rumahnya sudah hancur :(

    BalasHapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam