Laman

Selasa, 01 Juni 2021

Mengenal "Mud Cake" ala Haiti dan Arti Sebuah Rasa Syukur

Mud Cake ala Haiti, Kue Lumpur yang sebenarnya
 (Sumber gambar : www.viral4real.com)

Apa yang terlintas di pikiranmu ketika aku mengatakan "Mud Cake"? Oke tebakan ya! Mungkin saja terlintas di benakmu mengenai kue coklat lembut dengan isian coklat meleleh nan lezat, tentunya dengan harga super mahal.

Kamu memang gak salah memikirkan itu. Soalnya "Mud Cake" ala kekinian yang dijual di restoran-restoran mewah memang berwujud demikian. Coba deh kamu ketikkan di mesin pencari kata kunci itu, pasti kebanyakan yang muncul adalah gambar seperti berikut.

Kata kunci Mud Cake ketika dicari di Google 

Kalau aku terka, alasan kue coklat tersebut dinamakan Mud Cake karena selain warnanya coklat bak lumpur, di bagian isi atau toping kue dilapisi coklat cair yang bila berada di mulut seolah-olah akan terasa seperti lumpur yang meleleh.

Tetapi siapa sangka, di sebuah negeri di Amerika sana, ada kue "Mud Cake" yang bahannya memang berasal dari Mud/lumpur. Bukan sekadar kiasan coklat yang berbentuk seperti lumpur.

Pernah mendengar mengenai kue tersebut? Jika belum, melalui artikel ini, aku berkeinginan sharing pengetahuan dan kisah mengenai Mud Cake ala Haiti, sebuah negeri yang berada di benua Amerika, tepatnya di Pulau Karibia.

What, bukannya Haiti itu ada di Benua Afrika ya? Well, kamu jangan salah ya. Haiti bukanlah negara yang berada di benua Afrika lho. Republik Haiti adalah sebuah negara di Karibia yang meliputi bagian barat pulau Hispaniola dan beberapa pulau kecil lainnya di Laut Karibia. 

Haiti merupakan negara kedua yang merdeka di Benua Amerika setelah Amerika Serikat. Haiti merdeka pada 1 Januari 1804. So, pada bulan januari lalu, negara ini telah merayakan kemerdekaan 217 tahun.

Sumber gambar : Merdeka.com

Wow, ternyata lebih lama dari Indonesia ya waktu merdekanya! Yang membuat miris, meski negara ini telah merdeka, tapi kenyataan tak semua masyarakatnya mampu merasakannya. Terutama menyoal perekonomian.

Dari sisi peringkat ekonomi, Haiti menempati urutan ke-141 secara internasional. Sedangkan Indonesia berada pada peringkat ke-7 sebagai negara dengan tingkat perekonomian terkuat. Meskipun jarak kemerdekaan terpisah jauh, kenyataannya Haiti masih menjadi negara dengan PDB rendah.

Seperti yang dinukil dari Kumparan, Bank Dunia mencatat perbandingan PDB Indonesia  dengan Haiti benar-benar jauh. Indonesia memiliki PDB sebesar USD 1,016 triliun atau setara dengan RP 14.813 triliun sementara PDB Haiti sebesar USD 8,408 miliar atau setara dengan Rp 122,58 triliun.

Melihat kondisi perekonomian yang masih jauh dari kata stabil, sangat masuk akal bila masih banyak masyarakat miskin yang belum memiliki edukasi cukup perihal makanan. Itu bisa dilihat dari kebiasaan mereka mengonsumsi kue lumpur atau Mud Cake.

Well, tidak seperti kue lumpur yang diawal aku bicarakan. Di Haiti, masyarakatnya benar-benar membuat kue dari campuran tepung, garam dan lumpur yang dikeringkan dibawah sinar matahari.

Di Haiti, masyarakat biasa menyebutnya dengan Gallete. Tapi ini bukan Galette khas Perancis ya---istilah yang digunakan dalam masakan Prancis untuk menunjuk berbagai jenis kue kering berbentuk bulat atau bentuk datar. 

Keduanya sama-sama berbentuk bulat, namun berasal dari bahan-bahan dan cara membuat yang berbeda. Bila Gallete versi Perancis terasa begitu mewah layaknya Mud Cake ala restoran mahal, tapi Gallete ala masyarakat Haiti sebaliknya. Itu terbuat dari lumpur yang dikeringkan dan berbentuk bulat, jauh dari kata layak dimakan.

Jujur, pertama kali meyaksikan video seorang anak Haiti memakan kue ini, ada rasa sedih menyeruak dalam pikiran. Proyeksi liarku mulai menguar mengapa nama kue ini sama seperti Gallete ala Perancis.

Gallete ala Perancis (Sumber gambar : Cookpad.com)

Haiti merupakan negara yang pernah dijajah oleh Perancis. Tentu, selama masa penjajahan tersebut orang-orang Perancis mengenalkan Gallete kepada masyarakat pribumi. Gallete ala Perancis tentu berharga mahal sehingga tak menjangkau masyarakat Haiti.

Kue Gallete ala Haiti yang terbuat dari lumpur (Sumber gambar : Kaskus)

Dengan demikian, masyarakat Haiti membuat kue tiruan dari lumpur yang diberi nama Gallete sebagai penyembuh keingintahuan mereka terhadap kue bulat datar tersebut. Ya, itu masih skenario dalam pikiranku sih mengenai asal muasal nama Gallete yang sama dengan penyebutan kue bulat asal Perancis.

Seorang ibu yang tengah memakan kue lumpur/Gallete
(Sumber gambar : Liputan6.com)

Bila skenario dalam pikiranku benar, aku merasa sangat kasihan sih pada masyarakat Haiti. Mereka tak mampu membeli kue Gallete ala Prancis---yang berharga mahal itu---hingga membuat tiruannya tapi bahan yang dipakai merupakan tanah yang tak layak konsumsi. 

Mengurai Rasa Syukur terhadap Makanan yang Kita Miliki

Potret masyarakat Haiti yang memakan kue dari lumpur adalah sebentuk kisah memilukan yang membuat siapapun mampu mengurai air mata. Bagaimana mungkin, tanah yang umumnya digunakan untuk membuat keramik, bangunan, dan kerajinan, dikonsumsi untuk menghilangkan rasa lapar.

Tentu, itu tak lepas dari kondisi finansial masyarakat yang serba kekurangan sehingga mereka tak memiliki pilihan lain, yang kemudian menjadi hal lumrah dilakukan. Kawan, melihat betapa beruntungnya kita masih sanggup mengonsumsi makanan yang layak, sudah seyogyanya kita merasa bersyukur.

Di Indonesia, tanah bukanlah sesuatu yang bisa dikonsumsi oleh manusia. Kalau pun ada yang mengonsumsi, itu karena faktor tertentu. Semisal, kondisi ibu hamil yang ngidam. 

Indonesia masih memiliki Sumber daya alam berupa sayuran, bahan makanan pokok, daging, ikan hingga buah-buahan untuk memenuhi nutrisi bagi tubuh sehingga tak kekurangan sedikit pun perihal bahan pangan.

Jadi, tak ada alasan bagi kita untuk membuang-buang makanan secara kejam. Makanan yang kita konsumsi, sesederhana apapun itu, sangat pantas untuk dihargai dengan tidak menyia-nyiakannya.

Setiap kali aku hendak membuang makanan karena kekenyangan, aku padti berpikir ulang dengan membayangkan kehidupan mereka yang kekurangan.

Ya, memgurai rasa syukur itu sangatlah penting. Dengan demikian, mulai sekarang, kita musti lebih aware pada rezeki yang masih bisa kita miliki. Food always talk about humanity and we should keep it. Semoga bermanfaat :)

27 komentar:

  1. Ku juga udh nonton mbak video mengenai mud cake itu. Rasanya ingin bantu tapi apa daya hanya doa yg bisa terucap. Ga bisa membayangkan jika kita berada di sana apa bisa adaptasi. Bersyukur kita masih hidup di Indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak begitulah. Cuma gak habis pikir aja lho tanah dijadikan roti kering kayak gitu :(

      Hapus
  2. setuju banget mbak, ternyata banyak yg lebih susah dari kita. pikir baik2 kalo mau buang2 makanan, dan banyakin syukur juga

    BalasHapus
  3. Aku malah baru tau tentang mud cake ini ternyata di Haiti ada yang beneran ya terbuat dari lumpur :( Menyedihkan sekali kisah nyata ini menyayat hati. Makanya kita tuh kalau punya uang, makanan, jangan sampai disisakan dan dibuang, mesti dihabiskan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya mbak, bisa jadi pengingat sih ini bagi kita yang masih suka buang-buang makanan.

      Hapus
  4. Baru tahu mud cake setelah baca tulisan njenengan, bersyukur sekali tinggal di Indonesia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener. Di Indonesia, seperti apapun masih banyak sumber daya pangan yang murah ya mbak, sehingga membuat kita gak kekurangan. Harusnya sihhh

      Hapus
  5. Nyesek lihatnya ya...Memang rasa syukur seringkali kita abaikan karena kecukupan diri. Padahal orang lain banyaak yang susah hidupnya bahkan untuk makan. Enggak kebayang rasa kue lumpur ini. Sebagai pengingat diri juga untuk tidak membuang makanan yang jadi rezeki

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Rasanya ya mungkin asin asin tanah kali ya. Soalnya tuh pas aku baca tuh ini campuran tanah, air plus garam.

      Hapus
  6. Ya ampun bacanya bikin haru, perlu banyak bersyukur atas nikmat Allah. Tentunya jangan terjadi segera diedukasi ya hiks...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Kak, minimal memulai penghargaan terhadap makanan dari diri sendiri sih kak

      Hapus
  7. Mbaaaa,

    Ini nabok bangeett sih. huhuhu. seringkali urban people tuh pertanyaannya "Mau makan apa kita hari ini? Bosen menu itu itu melulu, mau cari yg instagramable ahh"

    ternyataaaa, banyak hal yg justru bikin miris banget yak.

    makasii artikelnya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama mbak Nurul. Iya, aku juga dulu pernah melakukan food waste dan karena baca-baca artikel mengenai ini, aku jadi lebih aware sama makanan :)

      Hapus
  8. Itu lumpur yang dipakai sembarang lumpur kah? Ya Allah... speechless Mbak. Sebegitunya ya kondisi di sana...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya lumpur apa saja kok kak, itu aja ngeringkannya di sembarangan tempat

      Hapus
  9. Wah, gak kebayang gimana rasanya makan kue lumpur seperti itu. Apalagi jika anak-anak dan orang yang sudah manula yang makan. Jauh dari kata hygienis ya..Tapi mesti gimana lagi..hiks..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kondisi ekonomi sama udah kebiasaan juga sih Mbak. Jadi mau gimana lagi.

      Hapus
  10. Wah, mestibya orang2 yg suka menghujat pemerintah tahu hal ini. Terlepas dari segala kurang dan lebihnya, Alhamdulillah kita lebih "bergaya".

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak Agustina, setidaknya kita masih bisa makan lebih baik dari mereka, harusnya ada rasa syukur dalam hati :0

      Hapus
  11. Dari buku Toto Chan yang saya baca, yang lebih miris lagi kemiskinan di sana itu menjadikan anak-anak menjadi gelandangan dan melacurkan diri hanya demi mendapatkan makan. Pada malam hari, anak-anak remaja banyak tidur di jalanan karena rumah mereka sempit dan tidak muat untuk tidur sekeluarga. Baca ini saya sedih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, masih banyak cerita-cerita miris di luar sana yang seharusnya menjadikan kita lebih bersyukur karena hidup lebih baik :)

      Hapus
  12. Ternyata benar-benar ada kue yang terbuat dari lumpur dan dimakan, apakah sampai sekarang masih ada yang membuat kue tersebut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kalau di Haiti masih Bang. Disana Kue lumpur ini menjadi makanan pengganjal lapar karena bahan makanan memang terbatas

      Hapus
  13. Ya ampuuuun
    Sedih banget bacanya. Jadi itu beneran dikonsumsi oleh mereka?
    Awalnya ku pikir buat hiasan gitu
    Huaaaa... kayak apa ya rasanya

    Nabok banget sih tulisan ini
    Mesti banyakbanyak bersyukur kita hidup di Indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak tahu juga sih kak, tapi karena ada garamnya, mungkin rasanya kayak tanah yang sedikit asin :(

      Hapus
  14. makanya aku sendiri juga mencoba untuk menikmati makanan dengan mengambil porsi yang cukup, tidak berlebihan juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Koh, sekarang lebih suka ngambil makanan secukupnya dulu baru nambah ketimbang banyak tapi akhirnya gak habis dan dibuang :(

      Hapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam