Jumat, 23 April 2021

Bijak Memilih Merek yang Peduli Lingkungan dan Membumikan Pengelolaan Sampah

 “Tahun 2040, 1,3 Milyar ton sampah plastik akan tenggelamkan bumi” 

Siapa yang tak miris mendengar kalimat tersebut? Bagi tiap orang yang mencintai bumi dan menginginkan kehidupan yang damai di dalamnya, kalimat tersebut tentu saja memunculkan rasa khawatir. Bagaimana tidak, semuanya bermula dari beberapa penelitian yang mengatakan bahwa jumlah sampah plastik di dunia, entah di darat, sungai atau laut telah memasuki tahap memprihatinkan, 1,3 milyar ton.

Di Indonesia, berdasarkan informasi LHK yang dilansir dari detik News, timbunan sampah tahun 2020 mencapai 67,8 juta ton. Wow, ini jumlah yang tak kecil, Kawan! Timbunan sampah ini diperkirakan akan terus meningkat bersamaan dengan bertambahnya jumlah penduduk serta kenaikan angka berbelanja online akibat pandemi. 

Bila setiap orang terus abai dan tak ada pengelolaan yang tepat, sampah hanya akan menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sisanya, terbuang percuma ke saluran air, daratan, sungai-sungai hingga ke laut.

Tahukah kamu? Indonesia merupakan penghasil sampah plastik nomor 2 setelah China. Miris? Iya, rasanya miris karena kita menduduki posisi runner up bukan untuk prestasi baik tapi untuk sampah.  

Di Indonesia, sampah-sampah plastik masih menjadi problematika pelik. Pasalnya, kesadaran akan pembuangan dan pengelolaan sampah plastik masih minim dari level individu hingga ke ranah perusahaan. Padahal pengelolaan sampah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 yang lebih menitikberatkan pada waste management sehingga memiliki nilai ekonomis. 

Berdasarkan audit Break Free From Plastic’s (BFFP) selaku gerakan masyarakat yang menghitung dan mendokumentasikan merek penyumbang sampah plastik, 63 persen sampah yang mencemari bumi merupakan merek terkenal. Kala itu, BFFP melibatkan relawan sejumlah 14.734 di 55 negara untuk melakukan 575 audit merek dari 1 agustus hingga 30 september 2020.  

Masih berdasarkan audit BFFP, jenis produk yang banyak ditemukan sampahnya adalah kemasan makanan (bungkus makanan, tutup cangkir kopi, botol minuman) sebanyak 203.427 bagian; bahan-bahan rokok (puntung rokok, korek api, ujung cerutu) sebanyak 72.342 bagian; dan produk rumah tangga (botol deterjen laundry, sampo botol, wadah produk pembersih) sebanyak 21.030 bagian. 

Kawan, karena merek-merek terkenal yang jumlahnya mencapai 62 persen itu dihasilkan oleh industri atau perusahaan. Maka sudah selayaknya perusahaan juga turut andil dalam mengelola sampah plastik. So, tanggungjawab bukan hanya ditekankan pada konsumen sebagai pemakai atau pemerintah sebagai pembuat aturan, tetapi juga perusahaan yang memproduksi merek tersebut.

Berbicara mengenai merek yang menghasilkan kemasan dari bahan-bahan plastik layaknya produk minuman kemasan, kosmetik, hingga makanan-makanan ringan. Sangat penting bagi konsumen untuk memilih perusahaan yang peduli pada lingkungan dengan membumikan pengelolaan sampah produk setelah habis terpakai.  

Mengapa? Sebab, perusahaan yang seperti itu berarti peduli terhadap keberlangsungan makhluk hidup di bumi ini dan tidak melakukan “Lempar batu sembunyi tangan” terhadap masalah sampah yang terjadi. Brand tersebut sangat layak konsumen pilih sebagai partner untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.  

Lalu bagaimana ciri-ciri bahwa sebuah merek perusahaan telah berupaya mengelola sampah secara bertanggungjawab? 

  • Menggunakan material dan energi yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.  
  • Turut serta melakukan penghijauan dengan melakukan adopsi hutan. 
  • Mendukung lingkungan perusahaan yang bersih, hijau dan asri. 
  • Membiayai kampanye/sosialisasi mengenai pengelolaan sampah produk 
  • Memiliki sistem pengelolaan limbah dan sampah yang bertanggungjawab.  
  • Mengajak konsumen mengumpulkan kembali wadah produk tak terpakai untuk dikirim ke perusahaan dan dikelola semestinya. 

Bila kamu pernah mengamati iklan di layar kaca atau media sosial, ada sebuah perusahaan yang mengampanyekan recycle produk dengan mengumpulkan botol-botol plastik bekas kosmetik untuk didaur ulang atau merek yang menawarkan jasa isi ulang produk, supaya konsumen tak perlu beli produk baru. Bila dilihat, sebenarnya perusahaan tersebut tengah mengupayakan pengelolaan sampah agar tak terbuang percuma ke alam.  

Bagi saya pribadi, saya lebih tertarik pada sebuah merek yang menawarkan pengelolaan lingkungan melalui cara-cara bertanggungjawab semacam itu. Apalagi, saat ini ada organisasi jasa yang bergerak di bidang Waste Management Indonesia berbasis teknologi layaknya Waste4change. Pengelolaan sampah perusahaan, gedung, dan pelaku bisnis lainnya menjadi lebih mudah dilakukan. 

Perusahaan kosmetik, minuman dan makanan yang paham bahwa ia memproduksi produk dengan kemasan berbasis bahan plastik bisa bekerja sama dengan waste4change dalam pengelolaan sampah secara benar. 

Hal ini dilakukan supaya sampah dari konsumen tak berakhir hanya di TPA atau mencemari daratan, sungai-sungai hingga lautan. Itung-itung, hasil recycle sampah bisa dimanfaatkan kembali sekaligus membantu petugas pengumpul/pengolah sampah mendapatkan rezeki.

Bagi perusahaan yang lekat dengan penggunaan bahan plastik, mengelola sampah secara mandiri rasanya tak mungkin mengingat mereka memiliki jenis produksi yang berbeda. Dengan demikian berkolaborasi dengan jasa pengelolaan sampah seperti Waste4Change menjadi pilihan paling logis.

Untuk level perusahaan, Waste4Change telah bekerjasama dengan 198 klien dengan hasil 5.404.041 kilogram sampah terkelola. Organisasi ini menawarkan beberapa layanan bagi perusahaan yakni 

  • Reduce Waste to Landfill,
  •  Event Waste management, 
  • In-Store Recycling, Digital EPR, 
  • Waste Credit, 
  • Solid Waste Management Research, 
  • Community-Based Implementation,
  • 3R School Program, 
  • AKABIS (Waste Management Academy), 
  • Black Soldier Fly Learning Center. 

Untuk Extended Producer Responsibility Indonesia atau layanan sampah berkelanjutan, Waste4Change menawarkan In-Store Recycling demi meningkatkan daur ulang materi dari sampah berlabel merek dalam seluruh lini bisnis yang dimiliki perusahaan dalam bentuk, 

  • Proses produksi yang menghasilkan produk gagal, cacat, atau sampah dari sisa proses produksi. 
  • Proses distribusi seperti produk yang cacat atau kadaluwarsa. 
  • Gudang, seperti barang retur, bekas, atau rusak. 
  • Konsumen, seperti kemasan kosong atau produk yang sudah selesai digunakan. 

Kita tahu bahwa di Indonesia beberapa kali ditemukan produk bermerek yang ternyata isinya palsu. Contohnya produk kosmetik KW. Bila produk KW tersebut tersebar dan menggunakan embel-embel merek terkenal, bisa saja dikemudian hari perusahaan bermerek asli terjerat hukum ketika ada konsumen yang melaporkan efek buruk produk. 

Dengan demikian Waste4Change menawarkan layanan In-Store Recycling untuk mengantisipasi agar produk yang telah memiliki merek tak disalahgunakan. Berikut keuntungan yang bisa didapatkan perusahaan bila menjalin kolaborasi.

Saat ini dunia tengah dihadapkan dengan problematika sampah plastik yang kian mencemaskan, yakni mencapai 1,3 milyar ton. Jika masyarakat, pemerintah dan perusahaan penghasil sampah plastik terus abai dengan kondisi ini, mungkin 15-20 tahun mendatang daratan, sungai dan laut sudah terisi oleh sampah. 

Dengan demikian, perlu dicari solusi efektif untuk mengurangi sampah melalui pengelolaan bertanggungjawab. Semoga selanjutnya, Indonesia dan dunia bisa terbebas dari bahaya sampah sehingga generasi masa depan mampu menikmati indahnya alam tanpa sampah yang berserakan.

17 komentar:

  1. Masalah sampah memang mengerikan bila kita paham A-Z-nya.

    Semoga sukses lombanya, ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Agustina, ngeri banget. Makasih nggih sudah mampir :)

      Hapus
  2. iya mbak ngeri juga tuh sampah untung ada waste4change.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, jadi bisa berkolaborasi ngurangi sampah ya kak.

      Hapus
  3. Senang sekali dengan program In-Store Recycling dari Waste4Change, agar masyarakat produk KW tidak lagi sampai di tangan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, takutnya tuh produk KW berbahaya kan bisa berabe kalau sampai ke tangan konsumen. Apalagi kalau produk skin care atau kosmetik

      Hapus
  4. Senang ada program dari waste4change ini. Karena efek dari masalah sampah memang nggak main2 ya. Bisa mengancam kehidupan kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, peran Waste4change dalam mengelola sampah aku akui sangat urgen bagi polemik persampahan negeri

      Hapus
  5. Iya, sih. Selama masih bisa pilih yang ramah lingkungan, aku bakal ambil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagossss mbak. Aku juga lagi berusaha juga nih ☺

      Hapus
  6. Waste4Change membantu kita semua untuk cerdas dalam memilah sampah.
    Kan sering banget kita mengeluhkan bahwa ada produk palsu. Itu salah satunya dari kita sendiri yang abai masalah sampah ini yaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya mbak, salah satunya produk palsu itu sungguh meresahkan

      Hapus
  7. Aku sudah ikut gerakan nelantah 4 change untuk memanfaatkan sisainya goreng mam. Tp skr sdh jauh mengurangi minyak, setahun cuma nyampah jelantah sebotol air mineral. Kalau masak, diusahakan secukupnya, kalau kurang masak lagi biar ngga sia2

    BalasHapus
  8. Program Waste4Change ini keren banget kak. Semoga bs diadopsi masyarakat scr keseluruhan di Indonesia nanti. Miris bgt sih kalo jumlah sampahnya jd segitu bnyk. Mau ditampung dmn. Emg kita sndiri sih yg hrs mulai sadar utk tdk menggunakan produk yg tdk bs didaur ulang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mas, dan harus dipahami secara menyeluruh sih ini biar penanganan sampah menjadi optimal

      Hapus
  9. Ini juga yang lagi aku lakuin mbak, kumpulin sampah skincare bekas pemakaian. Walau pun masih pelan-pelan, seenggaknya bisa berdampak, khususnya buat diri sendiri dulu.

    BalasHapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam