Laman

Senin, 25 Februari 2019

Menuju Pemilu Positif 2019 : Aku tak mau jadi Pengedar dan Pecandu Hoax

“Pemilu itu pesta demokrasi yang diadakan setiap 5 tahun sekali, sesuatu yang tak singkat. Jangan kotori dengan hal yang negatif, biarkan ia menjadi perayaan baik yang memorable bagi setiap orang di bumi pertiwi”
Kembali teringat ucapan guru Pendidikan Kewarganegaraanku ketika SMA. Saat itu Indonesia tengah ramai melaksanakan pemilihan umum seperti sekarang ini. Hanya saja, peranan internet dan dunia digital saat itu belum terlalu gencar. Lebih banyak, informasi yang didapatkan masyarakat tentang pemilu berasal dari televisi dan media cetak.

Bagi anak-anak dan remaja kala itu, bentuk pembelajaran dan ajakan mengenai pemilu dilakukan melalui sekolah-sekolah. Para guru, terutama yang mengampu mata pelajaran pendidikan Kewarganegaraan, menghimbau para siswa untuk menyelenggarakan pemilu damai yang sesuai dengan asas-asas Luberjurdil.
Berbicara mengenai asas luberjurdil, dulu aku pernah menyepelekannya. Dan itu ternyata salah besar.

“Ngapain sih asas luberjurdil harus dibuat, kan kalau kita tahu pilihan satu sama lain gak apa-apa sih”. 

Namun semakin dewasa dan menghadapi kompleknya kehidupan masyarakat, asas pemilu bukan lagi sesuatu yang sepele, ia harus diperkuat pemahamannya dan diaplikasikan oleh masyarakat. Apalagi saat ini kita juga telah memasuki waktu pemilihan umum, “atmosfer” yang ada seolah terasa lebih panas dari biasanya. Kampanye kian marak diantara pendukung masing-masing pasangan calon presiden. Entah itu kampanye positif atau  bahkan kampanye negatif di media sosial.

Dulu, internet bukanlah sesuatu yang bisa kita temukan keberadaannya seperti saat ini. Jika ingin browsing informasi, nonton youtube, main game dan sebagainya, kita harus merelakan waktu mencari warung internet terdekat. Aku masih ingat sebuah masa dimana untuk mengerjakan tugas sekolah, aku harus ke warnet ber jam-jam dengan jarak yang cukup jauh. Maklum, rumahku berada di pedesaan jadi fasilitas seperti komputer masih jarang.

Tujuh tahun kemudian keadaan berubah, semenjak mudahnya akses internet, serta harga smartphone yang kian terjangkau, mencari informasi cukuplah melalui jentikkan jari. Membaca berita dan bermain media sosial tidak perlu dilakukan di warnet. Kita bisa menggunakan internet bahkan sambil tiduran di atas kasur. Sungguh, sebuah  kemudahan dan kepraktisan yang tak pernah kuduga sebelumnya. Nah, berbicara mengenai kemudahan akses internet,  itu ternyata juga memiliki sisi gelap lho Kawan!
Dengan adanya kemudahan itu, konten-konten yang kita konsumsi melalui smartphone juga semakin beragam dan mudah didapatkan. Termasuk konten negatif berupa ujaran kebencian, isu SARA dan hoax. Meski terlihat remeh, informasi hoax bukanlah sesuatu yang boleh kita sepelekan. Melalui persebarannya, ia akan mengubah mindset-minset, memberi perspektif mengenai sesuatu. Padahal belum tentu perspektif itu merupakan fakta. Bisa jadi itu merupakan prasangka, sebuah asumsi untuk mempengaruhi publik.

Aku pernah memiliki pengalaman mendapatkan sebaran hoax. Suatu hari notifikasi Whatsapp miliku berbunyi. Sebuah nomor yang tidak kukenal tiba-tiba mengirimkan sebuah pesan yang cukup panjang. Dalam pesan tersebut ada tulisan mengenai berita yang belum jelas kebenarannya. Hoax mengenai surat suara yang telah disalahgunakan oleh salah satu pasangan capres. Itu baru satu, melalui grup WA aku juga sering mendapatkan sebaran informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Nah, melalui maraknya persebaran berita-berita hoax tersebut pikiran kita riskan untuk terprovokasi. Iya kalau kita cerdas untuk memilahnya mungkin kita bisa terhindar dari konsumsi bahkan kecanduan hoax. Lalu bagaimana jika yang menerima masyarakat awam? Itu bisa berbahaya kawan. Terlebih lagi, tak semua dari masyarakat kita sadar akan perbedaan dalam pilihan calon pemimpin.

Lalu, bagaimana kita bisa tahu tahu sebuah media pengedar hoax atau bukan? Apakah kita harus percaya media massa ternama? Sama saja kawan. Media massa ternama pun tidak bisa 100% kita percayai. Sebagai netizen cerdas, kita harus membaca banyak referensi, membandingkan tiap sumber dan menfilter segala informasi yang kita dapat. Dan yang paling penting adalah kita harus sadar sebagai pengambil keputusan. Yap, soal pengedar dan pecandu hoax, kita sendirilah yang memutuskan untuk menjadi itu atau menjadi pemutus rantai peredaran hoax di masyarakat.
Suatu hari, aku pernah mengikuti sebuah seminar dengan tema “Melawan hoax melalui literasi positif”. Dalam seminar tersebut, kami para peserta dihimbau untuk belajar tentang membuat dan membagikan konten. Apalagi aku merupakan seorang blogger yang notabene memiliki akses pada banyak media sosial. Dengan adanya pembelajaran mengenai literasi positif, itu bermanfaat bagiku untuk membentuk mindset, mindset dalam membuat dan share konten berita.
“Posting atau share berita hoax di media sosial yang memutuskan dirimu sendiri. Ya, kamu adalah drivernya. Oleh karena itu, Jangan jadi pecandu apalagi pengedar berita-berita hoax. Sebarkanlah informasi yang positif dan berguna”
Sama halnya seperti narkoba, mereka yang sudah kecanduan membuat hoax akan melakukannya berulang. Apalagi jika itu menguntungkan dan menghasilkan uang. Orang akan semakin sakaw untuk membuat konten-konten yang menyesatkan. Asal dibayar dan mendapat keuntungan lebih. Informasi benar tergadaikan, informasi hoax mengalir dengan lancar. 

Pemilu kurang berapa bulan lagi. Itu merupakan pesta besar rakyat Indonesia yang diadakan 5 tahun sekali. Tentunya, kita tak mau jika pemilu yang ada diwarnai kericuhan, kekacauan dimanapun hingga muncul berita simpang siur yang mencederai keberagaman dan kedamaian.

Dear sobat, pemilu positif adalah harta berharga bagi Indonesia. Sebagai warga negara, tentu kita memiliki referensi pasangan calon presiden yang berbeda-beda. Itu bagus, karena artinya kita memiliki pemikiran yang beragam tentang kriteria seorang pemimpin. Hanya saja, jangan jadikan waktu pemilu ini sebagai ajang penyebaran hoax mengenai calon pemimpin yang tidak kita pilih. Berbeda boleh tetapi benci jangan.

Bolehlah jika menginginkan kemenangan untuk calon pemimpin pilihan kita. Namun harus menggunakan cara sportif. Tidak menjelek-jelekan dengan menjadi pembuat, pengedar atau bahkan pecandu informasi hoax seputar pemilu. Seperti kabar tertangkapnya oknum Saracen beberapa waktu lalu. Saracen merupakan sindikat pembuat konten yang bernuansa SARA dan kebencian. Ia juga menyebarkan berita-berita hoax ke masyarakat. Ya, mereka adalah sindikat pembuat hoax. Lalu bagaimana dengan kita?
Bisa jadi kitalah sang pengedar dan pecandunya, atau kitalah sang pemutus rantaipersebarannya. Sekarang pilihannya ada pada diri kita. Dimulai dari jentikan tangan kita. Apakah kita akan membantu menyebarkan hoax tentang pemilu atau justru menghentikannya dengan membagikan konten-konten positif yang membangun. Pemilu adalah agenda langka yang diadakan 5 tahun sekali. Mari buat ia menjadi momen memorabel yang damai dan menyenangkan. Tabik.

31 komentar:

  1. Yup, era digital ini memang rentan banget yg namanya HOAX yah, kita sebagai pegiat literasi digital harus menghadirkan informasi positif dan menjauhi HOAX. Mantab opininya kakak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih mas Joe, bener banget. Apalagi sebagai seorang konten kreator :D

      Hapus
  2. Opininya keren. Hoax di zaman pemilu memang sangat menjamur ya. Kurang hati hati dan selektif kita bisa masuk perangkap hoax itu sendiri. Digital memang seperti pisau. Satu positif satu lagi negatif. Waspada

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget mba, lagi panas-panasnya soalnya. Banyak informasi di goreng untuk mempengaruhi publik

      Hapus
  3. yap betul banget.. jangan lebay ah pemilu cuma lima taun ini, bukan akhir dunia kalau "jagoan" kalah hehe.. :D :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget bang, Jangan gara2 pemilu trus pada jauh2an. kan sedih

      Hapus
  4. Kita semua wajib seperti itu. Menjadi warga bijak yang gak jad penyebar hoax. Miris banget dengan yang terlihat sekarang ya. Dua kubu saling black campaign dan nyebar hoax. Semoga semua tersadarkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, kadang sampai senyapkan akun orang2 tertentu yg kedapatan nyepam hoax

      Hapus
  5. Netizen budiman itu tidak akan terpengaruh oleh berita hoax ya mba.. think before posting.. ini penting banget apalagi menuju pemilu 2019, duh rugi banget kalo sampai menyebarkan berita yang belum tentu benar.. yuk ah jadi netizen budiman

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget. Ya walau kita punya pilihan tapi yg penting gak saling sebar hoax

      Hapus
  6. Think before posting memang harus bener - bener yah, jangan asal sebar. Banyak hoax sekarang tuh. Black campaign mulai banyak pula

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, karena deket banget sih emang waktu pemilu

      Hapus
  7. Ujaran kebencian dan hoax yang tersebar belakangan ini tuh bikin aku jadi sedikit malas buka sosmed Mbak, padahal kan ada banyak hal positif yg bisa kita dapat dari sosial media ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama mbak. Padahal sebagai blogge, butuh banget buka sosmed

      Hapus
  8. bener banget, pusing kalau liat berita2 yang simpang siur bikin sakit kepala saja.

    BalasHapus
  9. Nggak sampai 2 bulan lagi, kita akan menghadapi pemilu, kuy kita nyoblos jangan golput

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kuyy kuyyy, jangan sampai kita menyesal pokoknya karena golput

      Hapus
  10. Suka gemes kalau baca berita hoax di medsos, dan dishare gitu aja di grup-grup tanpa verifikasi beritanya benar atau tidak, apalagi masa pemilu gini, berita hoax kayaknya mudah banget ya disebar, mesti jaga jari nih jangan sampai mudah menekan tombol share

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, biasanya marak di WA mbaj pesan2 gitu tuh. Aku malah pernah ngeblog orang karena suka ngeshare yg aneh2

      Hapus
  11. kita harus Jaga kedamaian PEMILU. para penyebar hoax pasti mencari celah untuk memecah. kita harus cek dan ricek berita sebelum menyebarkannya. jangan sampai lengah

    BalasHapus
  12. Berita hoax menjamur saat musim pemilu seperti sekarang, kita benar-benar harus waspada jangan sampai jadi korban berita hoax, dan jangan sampai kita ikut-ikutan menyebarkan berita hoax, nanti bisa berurusan dengan hukum. Seram ya!

    BalasHapus
  13. Hoax menjamur.. ujaran kebencian merajalela. politik emang kejam, aku ga habis pikir ada nih yg temenan malah musuhan gara2 beda pilihan , mungkin bisa diprovokasi dari berita hoax tersebut.,,
    duh sampe segitunya,,

    BalasHapus
  14. betul HOAX merajalela.. pusing sayaaa... amsyongg dah kaa...

    BalasHapus
  15. Setuju... Hoax jgn.. tapi kalau fakta yg disebarkan ya wajib.. jgn sampai Kita celaka 2 x memimpin pemimpin yg saalah

    BalasHapus
  16. Iyaaaa aku lelah mbaaakkk moga 17 April segera berlalu. Berita A bilang gini, berita B bilang gtu :(
    Kita jgn sampai ikut2an nyebarin, kalau gak tahu pasti ya gak usah ikut share. Kalau pun tahu timbang2 dulu penting apa gak berita itu dishare yaaa

    BalasHapus
  17. Betul sekali, jadikan Pemilu 2019 menjadi Pemilu yang menyenangkan bagi masyarakat, perangi hoax dengan selalu memperhatikan setiap potensi hoax yang muncul.

    BalasHapus
  18. Nah..era menjelang pemilu ini begitu sensitif. Penyebaran isu dan hoax rentan terjadi. Patutlah utk selalu bijak dgn saring sebelum sharing ketika mendapat suatu kabar dan berita

    BalasHapus
  19. Duh, hari gini kok masih banyak yang percaya berita hoax ..., seharusnya kita semua malu kalau negara kita jadi mudah dihasut dengan kebohongan berita, itu menandakan kemunduran kecerdasan dan intelektual bangsa.

    BalasHapus
  20. Lebih baik kita merayakan pesta demokrasi rakyat dengan hikmat dan mendukung siapapun yang terpilih nantinya ya.

    BalasHapus
  21. Entahlah kenapa dalam beberapa tahun terakhir ini proses pemilu di negeri ini begitu miris, sepertinya azas Luberjurdil terlalu kebablasan. Khususnya yang bagian Bebas Dan Rahasia, saat ini terlalu Bebas berpendapat, meskipun sebagian orang yg terlalu bebas sudah di bui namun saya lihat dibanyak group di Fb, sungguh diluar batas kewajaran...
    Rahasia, rahasia bukan hanya waktu nyoblos didalam bilik saja tapi Rahasia juga didepan umum, tp sekarang malah koar-koar dukung ini dukung itu sehingga keadaan ini rentan menimbulkan konflik.

    Semoga pemilu saat ini benar-benar berjalan dengan damai....

    BalasHapus

Mohon tidak memberikan komentar dengan link hidup karena akan langsung dihapus dan ditandai spam